Oleh Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.
Berita mengejutkan dan viral di Bali baru-baru ini adalah adanya kelompok geng remaja yang dinamakan Bajing Kids. Kelompok yang meresahkan masyarakat karena melakukan hal-hal berbahaya, seperti pesta minuman keras, melakukan pemalakan, dan hal-hal berbahaya lainnya. Para anggotanya adalah para anak muda berumur belasan tahun yang sedang duduk di SMP dan SMA.
Saat ini Bajing Kids sudah dalam penanganan pihak berwajib dan sudah dibubarkan. Termasuk Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Denpasar juga turun tangan untuk berkoordinasi dengan pihak sekolah agar berperan aktif dalam membina siswa.
Apa yang terjadi tersebut patut kita refleksikan bersama. Tampaknya geng ini merupakan komplotan anak-anak remaja yang kurang mendapatkan perhatian dari orang-orang terdekatnya sehingga tidak diketahui kegiatan yang mereka lakukan di luar. Kesibukan orangtua bekerja salah satu alasan utama kurangnya perhatian yang didapatkan oleh anak, sehingga mereka luput dari perhatian orangtua, terutama dengan pergaulannya di luar.
Orangtua atau keluarga adalah pihak terdekat dengan para remaja tersebut. Orangtua sesungguhnya berpengaruh besar dalam perkembangan pendidikan anak. Orangtua merupakan pendidik awal di rumah, sebelum ke jenjang formal (sekolah), sehingga tugas mendidik bukan hanya tugas guru di sekolah. Orangtua wajib ikut serta dalam proses pendidikan putra-putrinya minimal dalam hal pengembangan karakter.
Ada beberapa hal yang patut diperhatikan orangtua dalam hal ikut membangun karakter anak sekaligus turut bertanggung jawab terhadap pendidikan anak. Pertama, membangun komunikasi yang baik. Para orangtua mestinya menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan anak. Bila tidak mampu di pagi sampai dengan sore hari karena alasan bekerja, maka diusahakan dilakukan pada malam hari antara 10 sampai dengan 15 menit. Bisa dilakukan sambil makan malam atau setelahnya.
Orangtua dapat menanyakan masalah di sekolah baik itu tentang kemajuan pelajaran, apakah bisa diikuti atau tidak, menemui kesulitankah, atau pun hal-hal lain terkait pertemanan. Dengan cara berkomunikasi ini, orangtua bukan hanya menunjukkan perhatian, tetapi juga dapat membantu memecahkan masalah yang ditemui anak.
Kedua, orangtua dapat menjadi guru yang baik di rumah, yaitu membantu memecahkan masalah anak, seperti kesulitan belajar. Ada kalanya orangtua memiliki latar belakang pendidikan yang mencukupi untuk melakukan hal ini. Untuk hal ini, tugas orangtua membimbing dan mengarahkan, bukan memberikan jawaban. Hal ini patut dipastikan agar anak menjadi pribadi yang mandiri dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah. Bila tidak memungkinkan sebagai guru, orangtua bisa meminta anak yang lebih tua melakukannya atau bisa jadi memanggil guru les pribadi ke rumah bila memungkinkan.
Ketiga, orangtua patut mengetahui pergaulan yang dimiliki putra-putrinya. Siapa saja teman bermainnya di luar sekolah. Bila sering ke luar rumah, perlu diketahui untuk tujuan apa mereka keluar. Orangtua juga perlu sensitif mengawasi dan mencari tahu apa yang dikerjakan putra-putrinya di luar sana dengan melakukan penyelidikan langsung. Hal ini perlu dilakukan supaya orangtua dapat mencegah lebih dini anak melakukan hal-hal yang berbahaya baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Manajemen waktu juga perlu diterapkan oleh orangtua kepada putra-putrinya. Mereka mestinya paling banyak menghabiskan waktu di rumah yaitu sekitar 16 jam. Selama waktu efektif mereka harus dibantu menarget pemanfaatan waktu yang digunakan untuk istirahat, belajar, dan bermain, termasuk bermain ke luar rumah. Orangtua hendaknya mampu mengarahkan dan mengkontrol pemanfaatan waktu tersebut, sehingga mereka tidak bablas menggunakan waktu untuk hal-hal yang kurang baik.
Yang terakhir orangtua juga wajib ikut mengembangkan kreativitas putra-putrinya dalam mengefektifkan waktu maksimal di rumah. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan dukungan dan fasilitas penuh terhadap potensi dan minat yang dimiliki mereka dalam berkreasi. Bisa saja kegiatan berkreasi ini terintegrasi dengan pelajaran sekolah atau pun sebagai hobi. Misalnya menyanyi, menari atau olahraga. Nah, tugas orangtua hendaknya mampu memahami potensi dan minat tersebut, sehingga orangtua dapat mengarahkan dan menyalurkannya.
Penulis, Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, Undiksha