Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim. (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim mengaku telah memperketat proses pengajuan paspor untuk perempuan usia 17 hingga 45 tahun. Bahkan jika tak jelas data dirinya, Silmy meminta agar permintaan paspornya ditolak.

“Sekarang untuk wanita, usia 17 hingga 45 tahun secara profil tidak jelas, saya minta kantor Imigrasi untuk menolak permintaan paspor-nya,” ujar Silmy, Rabu (2/8) dikutip dari Kantor Berita Antara.

Menurut dia, kaum perempuan banyak mendapatkan perlakuan kejam saat bekerja di luar negeri. Sehingga, apabila dalam kondisi yang sulit untuk kembali ke Indonesia, mereka sudah tidak berdaya.

Hal ini berbeda dengan kaum pria yang nisbi memiliki kemampuan untuk lepas dari tindakan siksaan. Untuk itu, sambung Silmy, Ditjen Imigrasi tengah mengamankan kaum rentan yang memiliki tujuan ke wilayah Kamboja, Malaysia, Myanmar dan beberapa negara Timur Tengah lainnya.

Baca juga:  Jelang Akhir Tahun, Ratusan Ribu WNA Masuk ke Bali

“Saya amankan dulu yang rentan untuk tidak diberikan paspor. Apalagi kalau tujuannya itu Kamboja, Malaysia, Myanmar terus beberapa negara Timur Tengah. Itu kami pastikan tolak, profiling secara ketat, tolak,” tegasnya.

Di sisi lain, ia mengatakan ada kemungkinan pencekalan bagi masyarakat yang sudah terlanjur memiliki paspor. Meski begitu, pihaknya tidak mungkin menanyakan satu per satu orang yang melewati Tempat Pemeriksaan Imigrasi.

Baca juga:  MO Kawasan Pura Besakih akan Naikkan Harga Tiket Wisman

“Tidak mungkin, misalnya, di Cengkareng (Bandar Udara Soekarno Hatta) ditanya satu-satu, mau apa, mau kerja. Kan tidak mungkin, dia sudah punya dokumen. Secara acak,” jelas Silmy.

Sementara itu, Warga Negara Indonesia berhak memiliki paspor untuk ke luar negeri. Oleh karena itu, Ditjen Imigrasi akan melakukan sosialisasi dan edukasi hingga ke daerah untuk masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri.

“Agar mengikuti prosedur, seperti pembuatan paspor yang gratis bagi pekerja migran, akan tetapi mereka masih harus membayar untuk memenuhi persyaratan lainnya,” ujarnya.

Ia melihat permasalahan ini harus diselesaikan secara komprehensif, baik itu dari ketersediaan lapangan pekerjaan hingga informasi kepada pemohon yang ingin membuat paspor. Sering kali juga mereka yang tinggal di daerah diiming-iming akan mendapat pekerjaan layak di luar negeri.

Baca juga:  Rapat Paripurna DPR Sahkan RUU Perppu Pemilu

Berdasarkan data pengaduan Crisis Center Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tahun 2022, beberapa permasalahan yang dihadapi sepanjang 2019-2021 antara lain, gaji tidak dibayar, PMI gagal berangkat, perdagangan orang, pekerjaan tidak sesuai perjanjian kerja, tindak kekerasan dari majikan, depresi atau sakit jiwa hingga penipuan peluang kerja.

BP2MI mencatatkan, terdapat 592 total pengaduan penempatan pekerja migran Indonesia untuk periode Januari hingga April 2023. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *