NEGARA, BALIPOST.com – Perkembangan konservasi Curik Bali (leucopsar rhochildi) di Taman Nasional Bali Barat menunjukkan tren yang menggembirakan. Dibanding tahun 2001 dimana populasi di alam liar hanya 6 ekor, kini di tahun 2023 sudah mencapai 600 ekor. Bahkan sebaran burung ikon Provinsi Bali ini sudah cukup luas hingga keluar wilayah TNBB yakni di Pejarakan, Sumberkima (Buleleng) dan Sumbersari hingga Melaya (Jembrana).
Dari data di Balai TNBB, burung endemik Bali Barat ini penyebarannya hingga di pemukiman dan kebun-kebun warga penyanding TNBB. Kepala Balai TNBB, Agus Ngurah Krisna Kepakisan, Kamis (10/8) di sela-sela pelepasliaran 60 ekor Curik Bali di Cekik, Gilimanuk mengatakan seluruh burung yang ada di alam liar itu tetap mendapatkan pemantauan dari polhut termasuk warga desa penyanding TNBB. “Semuanya burung yang sudah di alam liar, ditandai ring. Yang tidak ada ring (di alam) itu harapan kami. Karena itu berarti anakan, bisa berkembang biak,” ujar Agus.
Secara historis, sebenarnya Curik Bali dulunya sebelum mengalami penurunan (hampir langka) dapat ditemui hingga di wilayah Seririt (Buleleng) dan Negara. Selama hampir 13 tahun (sejak 2001), perkembangbiakan Curik Bali terus meningkat dengan pola in situ dan ex situ dengan memberikan ijin penangkaran diluar TNBB. Alhasil, menambah populasi Curik Bali dengan banyaknya penangkaran, pemberdayaan masyarakat dan restocking. Dari 600 ekor Curik Bali yang terpantau di alam ini tersebar di sejumlah titik sekitar TNBB. Bahkan jalur jelajah sekitar 5,8 kilometer dari Cekik hingga Tegal Bunder.
Direktur Bina Pengelolaan dan Pemulihan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Dr. Ammy Nurwati mengatakan selain pelepasliaran, yang tidak kalah penting perlunya penyadaran kepedulian masyarakat melalui pendampingan dari TNBB untuk menjaga Curik Bali di alam liar. Strategi membuka penangkaran di luar Bali cukup berhasil dapat menambah populasi. Kebijakan itu awalnya melihat populasi Curik Bali di habitatnya Bali Barat yang sangat kecil. Dan tentunya kondisi ini bukan hanya menjadi tanggung jawab Provinsi Bali saja, karena secara perilaku dapat dikondisikan dikembangbiakkan di luar Bali. Karena itulah dilakukan upaya penangkaran di luar TNBB.
“Dalam penangkaran karena Curik Bali satwa liar dilindungi, perlu ada perlindungan, mekanismenya dengan ijin penangkaran. Calon penangkar tentunya harus memiliki kelayakan kandang, kesehatan satwa dan jelas asal-usul indukan yang dikembangkan,” ujarnya.
Pengawasan, monitoring dan evaluasi izin penangkaran juga dilakukan dengan masa berlaku 5 tahun. Ternyata melalui kebijakan itu, justru lebih banyak populasinya dibanding di Bali Barat sendiri. Tiap penangkaran juga diwajibkan mengembalikan 10 persen ke alam dan cukup berhasil menambah populasi di Bali Barat. Disamping juga adanya sanctuary di dalam kawasan konservasi TNBB. Status Curik Bali saat ini masih dilindungi tetapi dari sisi kelangkaan, dilihat dari jumlah populasi saat ini menurutnya masuk rentan jumlah.
Hingga tahun 2022, jumlah penangkaran paling banyak berada di Jawa Tengah yakni 252 pemegang izin, disusul Yogyakarta 21 pemegang izin dan belasan di Jawa Timur dan Jawa Barat. Sedangkan di Bali, ada 16 pemegang izin. (Surya Dharma/Balipost)