Oleh Marjono
Kedaulatan pangan itu sudah menjadi tekad dan komitmen untuk bisa terwujud dengan baik. Bukan hanya bicara kecukupan, tetapi juga bisa memproduksi sendiri, serta meningkatkan kesejahteraan petani. Ramai-ramai elit, akademisi dan praktisi membedah kedaulatan pangan, desa bergeming.
Desa tetap khidmat bertani, bernelayan dan beternak di tengah himpitan gempuran impor, sempitnya lahan, yang rata-rata hanya punya 0,3 hektar dan alih fungsi lahan. Juga soal perubahan iklim dan miskinnya kaderisasi petani). Minusnya regenerasi petani bisa karena pendapatan profesi petani belum setara dengan profesi lainnya, sebut saja PNS. Pemicu lainnya adalah mereka tak punya lahan dan modernisasi pertanian.
Ibarat pohon besar, desa itu seperti akar. Jika akar itu rapuh, maka negeri ini bisa runtuh. Dengan kata lain, daulat pangan adalah mati dan hidupnya desa. Desa bermesubudi (effort), setidaknya tak kelaparan. Desa menanam secara seragam namun tidak simultan. Hal ini untuk mematahkan koloni hama dan penyakit. Selanjutnya, desa bergiat mengusung model pertanian lewat pupuk organik. Karena, tak sedikit produsen ternak menghasilkan pupuk kandang yang begitu manjur menyuburkan tanamannya dan panennya pun lebih enak rasanya.
Kala liburan sekolah, libur kuliah atau libur Sabtu-Minggu bahkan di sela waktu lainnya, kita bisa menginisiasi gerakan tanam melalui pemanfaatan lahan pekarangan dengan berbagai tanaman pangan dan holtikultura bisa dikembangkan di lahan sempit bahkan dengan cara hidroponik yang sangat efisien lahan. Konsumsi pangan masyarakat yang cenderung tergantung pada salah satu jenis pangan, sehingga perlu kiranya didorong untuk konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman.
Maka upaya percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal perlu ditingkatkan lagi. pangan lokal yang ada di desa harus bisa dikembangkan dengan baik, mulai dari budi daya, pengolahan sampai dengan pemasaran dan siap dikonsumsi secara berkelanjutan.
Inilah bagaian upaya merawat desa dari kerentanan pangan maupun upaya membantu pemenuhan kebutuhan gizi dan pangan keluarga. Kecakapan hidup (life skill) tidak hanya berujung pendapatan, namun juga investasi diri terhadap asupan makanan yang bergizi. Juga merawat perhelatan berbagai festival pangan, festival desa maupun festival memedi sawah, prinsipnya mempertemukan produsen dan konsumen, terutama produsen pedesaan dengan konsumen perkotaan.
Hal ini sedikitnya uga menjadi penyokong desa dalam meneguhkan dirinya sebagai buffer pangan sepanjang musim. Festival ini, setidaknya muncul varian dan wawasan baru atas komoditas maupun penanggulangan atau pencegahan atas berbagai ancaman pangan desa. Misalnya, ketika desa dibenturkan dengan hadirnya pasar modern di gang-gang desa maupun pengendalian organisme penganggu tumbuhan yang ramah lingkungan.
Itulah kemudian, penting pula dilakukan optimalisasi kelompok tani (poktan) maupun gabungan kelompok tani (gapoktan), sistem Darmotirto ala Jawa atau model Subak di Bali pun masih relevan dalam era sekarang. Penggunaan dana desa sekarang salah satu fokusnya adalah memperkuat infrastruktur pertanian dengan membangun jalan tani desa, perbaikan irigasi-irigasi yang ada dengan bantuan ratusan pompa air. Juga pembuatan embung.
Karena kedaulatan pangan erat kaitannya dengan ketersediaan air. Selain itu, mencoba untuk memanfaatkan kartu tani sebagai basis data petani dan kartu untuk menebus pupuk subsidi pemerintah, yang mensyaratkan petani tergabung dalam gapoktan. Desa pun memosisikan diri inklusif terhadap lalulintas ilmu dan teknologi baru. Jadi petani desa tak berkacamata kuda namun lebih visioner, sehingga pendamping, penyuluh maupun LSM yang care atas kedaulatan pangan desa bisa menjadi kawan berpikir dan lawan diskusi yang baik bagi desa.
Kemudian, penting memberdayakan BUMDes. Lembaga ini bertindak seperti Bulog Mandiri, yang melakukan serap gabah petani (sergap). Ini yang kemudian akan memotong mata rantai distribusi sehingga harga gabah petani terjaga dengan baik. Pun, beberapa BUMDes di negeri ini juga sudah mulai membangun holding dengan BUMN maupun BUMP (badan usaha milik petani) sebagai bagian upaya meneguhkan daulat pangan desa.
Akan efektif juga dengan mendayagunakan warung teknologi desa (wartekdes) yang merupakan pintu motor teknologi tepat guna di pedesaan, di samping peningkatan peran fungsi badan koordinasi antar desa (BKAD), keduanya berfungsi sebagai jembatan akademik desa bahkan mengatasi konflik non litigasi secara agregasi dan bipolar desa dalam mengurai soalan per-pangan-an desa.
Peran Baru
Selanjutnya, yang acap terlewatkan adalah dengan memasukkan program daulat pangan desa dalam forum musrenbangdes yang kemudian dinput ke dalam RPJMDes, RKPDes dan APBDes. Dokumen desa ini akan menjadi program kegiatan yang tepat saat supra desa mengintervensi desa via bantuan stimulannya.
Selanjutnya, untuk mewujudkan kedaulatan pangan tidak hanya dilaksanakan di tingkat lokal (desa) saja, tetapi harus ada kerjasama antar desa antar wilayah. Yang sangat penting adalah negara hadir untuk mengatur dan menghasilkan peraturan.
Selain itu, nampaknya pertanian terpadu (integrated farming) selalu layak diketengahkan di sini sebagai salah satu upaya menerjemahkan peranan baru sektor pertanian saat ini meletakkan kerangka “3F contribution in the economy”, yaitu: food (pangan), feed (pakan) dan fuel (bahan bakar). Di desa melimpah pertanian dengan ikon komoditas padi dengan jeraminya yang bisa direkayasa menjadi pakan ternak handal dan dari ternak bisa diproduksi pupuk organik dan biogas maupun pakan ikan -untuk menyalakan lilin desa, sehingga tak harus bergantung pada obor Jakarta. Sehingga hidup dan nasib desa akan lebih berwarna dari yang orang kota kira.
Pada aras masyarakat, dampak program kedaulatan pangan terlihat dari ketersediaan pangan yang meningkat. Masyarakat juga telah memiliki cadangan pangan di lumbung desa yang dikelola secara swadaya oleh tim pangan desa. Ini bermakna, kedaulatan pangan desa hari ini adalah bagaimana desa, yang sebagian besar berprofesi petani, dapat dientaskan sehingga makin sejahtera. Kedaulatan pangan desa hari ini adalah bagaimana desa, senantiasa bangga akan produk dan teknologi atas hasil jerih payahnya.
Kedaulatan pangan desa hari ini adalah bagaimana desa mampu berjuang untuk memenangkan ancaman dan tantangan sekaligus menangkap peluang yang beredar, seperti arus impor dan gelombang perdagangan lainnya. Dan, pada akhirnya kedulatan pangan desa hari ini, ketika negara hadir tidak hanya pada angka tetapi pada kenyamanan dan kemudahan layanan akses kepada desa.
Transformasi signifikan yang dihasilkan program ini adalah sikap kepercayaan diri masyarakat, bahwa mereka memiliki kekuatan untuk berdaulat dan dengan menggunakan tangan sendiri dan potensi lokal, mereka dapat lepas dari ancaman keterpurukan. Petani desa memiliki potensi besar untuk mengubah hitungan pemerintah menjadi kenyataan, bukan korporasi atau makelar desa. Inilah terjemahan Tri Sakti Sukarno (berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam budaya) dalam laku desa.
Kepala UPPD Kabupaten Tegal, Jawa Tengah