I Wayan Sarma. (BP/Ina)

BANGLI, BALIPOST.com – Gebrakan baru yang dilakukan Gubernur Bali, Wayan Koster, agar Bali mandiri dalam bidang pangan direspons positif petani. Salah satunya adalah membudidayakan bawang putih di Bali. Gubernur sudah merangkul sejumlah peneliti di PTN dan PTS guna menghasilkan produk bawang putih. Beras dan bawang merah serta produk pertanian lainnya di Bali sehingga pasar domistik Bali tak lagi dikuasai produk impor.

Gubernur Wayan Koster dalam setiap menerima tamu luar daerah dan pejabat negara selalu memaparkan Bali tak boleh tergantung pada produk impor. Caranya, petani dan produk lokal harus diberdayakan. Sekalipun produknya lebih mahal sedikit dari produk impor, petani lokal yang menerima nilai manfaatnya. Termasuk budi daya bawang putih akan memberi harapan baru bagi petani lokal Bali. Hal ini sudah dia buktikan dengan diluncurkannya varietas gumitir Sudamala Bali.

Para pejabat di Kab. Bangli merespons langkah Gubernur Koster. Selain bawang merah, Kabupaten Bangli punya potensi cukup besar untuk pengembangan bawang putih. Sayangnya tidak banyak petani di kabupaten berhawa sejuk ini yang tertarik menanam bawang putih.

Baca juga:  Bertambah, Klaim Asuransi Tani di Tabanan

Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Bangli, I Wayan Sarma, mengungkapkan bawang putih pernah menjadi komoditi pertanian yang banyak dikembangkan petani di Desa Sukawana, Kintamani. Namun, seiring berjalannya waktu, budi daya bawang putih terus berkurang. Kemudian atas fasilitasi APBN tahun 2020 Pemkab Bangli pernah membantu kelompok tani di Banjar Bunut dan Madia Desa Terunyan untuk mengembangkan bawang putih. “Tetapi terakhir -akhir ini mereka enggan mengembangkan bawang putih, karena kalah kualitas dengan bawang impor dan masa tanam lebih panjang sehingga secara ekonomis kurang menguntungkan bagi petani. Jika hasil budidaya bawang putih nanti mendekati kualitas bawang impor saya yakin akan menjadi harapan baru bagi petani Bangli,” kata Sarma, Senin (28/8).

Saat ini luas lahan di Bangli yang berisi tanaman bawang putih tidak banyak. Untuk menarik minat petani mengembangkan bawang putih, Sarma mengaku pihaknya sudah mengusulkan agar bantuan bawang putih disisipkan dengan pengembangan kawasan bawang merah. “Mungkin rasionya, setiap kelompok tani yang menerima bantuan pengembangan bawang merah 10 ha misalnya, harus juga mengembangkan bawang putih 2 hektar,” terangnya.

Baca juga:  Warga Desa Adat Bayunggede Pantang Poligami

Terkait dengan adanya strategi Gubernur Koster untuk swasembada pangan salah satunya dengan mengembangkan bawang putih, Sarma mengaku sangat setuju dan mengapresiasi hal itu. “Setuju dalam rangka memperkuat kemandirian pangan,” katanya.

Untuk mendukung upaya Gubernur Koster, Sarma mengatakan upaya yang bisa dilakukan Bangli adalah dengan melakukan fasilitasi dan pendampingan kepada petani. “Kita Kabupaten Bangli dengan APBD kecil yang bisa kita lakukan fasilitasi dan pendampingan kepada petani serta mengadvokasi kepada pemerintahan desa yang mempunyai potensi bawang putih untuk bisa menganggarkan dari Dana Desa,” kata pejabat asal Tembuku itu.

Sementara itu, salah seorang petani di Desa Terunyan Nengah Luwih mengaku pernah mengisi lahannya dengan tanaman bawang putih. Itu dilakukannya sekitar dua tahun lalu. Bibit bawang putih yang ditanamnya merupakan bantuan dari pemerintah. Hasil panennya dikatakan cukup bagus. Namun ukuran umbinya lebih kecil.

Baca juga:  PTM di Bangli akan Dimulai 4 Januari, Ini Pengaturannya

Diakuinya bahwa selama ini petani kurang tertarik menanam bawang putih ketimbang bawang merah. Sebab masa tanam bawang putih lebih lama dibanding bawang merah. Bawang putih memerlukan waktu 90 hari untuk masa tanamnya, sedangkan bawang merah lebih singkat yakni 58-60 hari. Dari segi harga juga lebih bagus bawang merah. “Kalau  dulu hasil panennya murah hanya Rp15 ribu – Rp20 ribu per kilo. Tidak sesuai harapan,” katanya.

Dia mendukung program Gubernur Koster melakukan kemandirian dalam bidang pangan, khususnya bawang putih. Dia mengusulkan agar petani tertarik dan semangat menanam bawang putih, perlu ada fasilitasi pemasaran dan standar harga untuk bawang putih hasil panen petani. “Kalau harganya bagus petani pasti tertarik tanam bawang putih walaupun masa tanamnya lebih lama dari bawang merah,” katanya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *