Anak Agung Istri Agung Widyawati. (BP/Istimewa)

Oleh Anak Agung Istri Agung Widyawati

Hutan mangrove pada kawasan Tahura Ngurah Rai secara administrasi pemerintahan terletak di Teluk/Tanjung Benoa dan sekitarnya pada wilayah Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan (Kabupaten Badung) seluas 627 Ha dan Pulau Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar seluas 746,5 Ha (data BPKH Wilayah VIII Denpasar, Potensi Wisata Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Provinsi Bali).

Ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki produktivitas tinggi dibandingkan ekosistem lain dengan dekomposisi (pembusukan) bahan organik yang tinggi, dan menjadikannya sebagai mata rantai ekologis yang sangat penting bagi kehidupan mahluk hidup yang berada di perairan sekitarnya. Materi organik menjadikan hutan mangrove sebagai tempat sumber makanan dan tempat berkembangnya berbagai biota seperti ikan, udang dan kepiting. Produksi ikan dan udang di perairan laut sangat bergantung dengan produksi serasah yang dihasilkan oleh hutan mangrove berupa sampah organik dari daun, ranting, cabang kecil, kulit batang, bunga dan buah yang sudah mongering dan berubah warna dari aslinya (Imran, 2016).

Baca juga:  Menjaring Wisatawan Lewat Promosi Cagar Budaya

Hutan mangrove, dalam skala ekologis merupakan ekosistem yang sangat penting, terutama karena daya dukungnya bagi stabilitas ekosistem kawasan pesisir. Kestabilan ekosistem mangrove akan mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap kelestarian wilayah pesisir. Mangrove sebagai ekosistem hutan, memiliki sifat dan ciri yang sangat khas, tumbuh pada pantai berlumpur dan muara sungai. Di lain pihak, ekosistem ini mengalami berbagai tekanan yang sangat berat akibat perluasan dari berbagai keinginan pemanfaatan lainnya.

Ekosistem hutan mangrove memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan nelayan, karena aktivitas sehari-hari nelayan selalu berhubungan langsung dengan ekosistem hutan mangrove. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk memulihkan kembali hutan bakau yang rusak agar dapat kembali memberikan fungsinya bagi kesejahteraan manusia khususnya nelayan dan mendukung pembangunan wilayah pesisir. Keikutsertaan nelayan dalam upaya rehabilitasi dan pengelolaan mangrove dapat menjadi kunci keberhasilan pelestarian mangrove.

Baca juga:  Apakah Pilpres 2024 Berpotensi Dongkrak Inflasi?

Upaya-upaya pelestarian mangrove telah dilakukan oleh nelayan yang berada di sekitar Tahura Ngurah Rai seperti gotong royong secara rutin di sekitar kawasan mangrove dalam pembersihan di areal kawasan mangrove dengan melibatkan pihak swasta, sekolah serta perguruan tinggi dan komunitas sehingga lingkungan selalu terjaga dan bersih dari sampah plastik dan rumput laut yang bisa membunuh bibit mangrove yang sudah ditanam serta melakukan pembersihan jalan air atau loloan agar biota yang ada di lingkungan mangrove selalu dapat beradaptasi dengan keadaan sekitar.

Baca juga:  Jalan Terjal Menuju Pariwisata Berkualitas

Di samping itu, nelayan di sekitar kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai juga melakukan pembibitan, pemeliharaan dan penanaman bibit mangrove serta melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan tanaman mangrove tersebut. Dalam hal ini perguruan tinggi, sekolah-sekolah maupun komunitas yang terlibat juga memberikan kontribusi, edukasi kepada nelayan dalam melestarikan alam agar flora dan fauna alam di kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai selalu terjaga keharmonisan, keasrian dan ekosistemnya sehingga berpotensi dalam pengembangan ekowisata mangrove.

Ekosistem mangrove yang terpelihara akan mendukung ketahanan pangan, gizi dan menjaga ketersediaan sumber daya ikan serta menyediakan tempat untuk menangkap ikan yang lebih tenang daripada di perairan terbuka, bahkan dimungkinkan nelayan dengan perahu kecil atau tanpa perahu untuk mendapatkan mata pencaharian.

Penulis, Analis Kebijakan pada Badan Riset dan Inovasi Daerah Kabupaten Badung

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *