NEGARA, BALIPOST.com – Harga beras di pasaran terus mengalami kenaikan, termasuk di Kabupaten Jembrana. Padahal, Jembrana merupakan kabupatberaen yang memiliki banyak areal sawah.
Diduga pemicu kenaikan harga beras ini karena minimnya subak yang panen pada bulan ini. Kondisi ini dialami di sejumlah daerah lain di luar Jembrana, sehingga meskipun penyosohan beras mencari keluar Jembrana, masih kekurangan stok.
Ketua Perkumpulan Penggilingan dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Kabupaten Jembrana, I Putu Sentana, Senin (11/9) mengatakan kurangnya bahan baku menyebabkan harga beras di pasaran naik. Di bulan-bulan setelah Agustus ini, sebagian besar subak belum masa panen, sehingga mempengaruhi ketersediaan bahan baku.
“Pasokan gabah berkurang, dan ini terjadi bukan di Jembrana saja. (pasokan) hanya sekitar 10 persen dari total panen keseluruhan,” ujarnya.
Banyak subak yang belum masuk masa panen, atau juga memilih tidak menanam lagi karena pengaruh kondisi cuaca. Terlebih di beberapa wilayah mengalami kekeringan.
Masa panen raya, biasanya masuk pada bulan Februari, Maret dan April. “Saat ini kami masih punya stok untuk 15 hari kedepan. Kebetulan dapat dua bulan lalu pasokan. Nah untuk selanjutnya ini kami belum tahu,” terang pemilik penyosohan beras di Kaliakah, Jembrana ini.
Harga beras saat ini memang cukup tinggi, mencapai Rp 7.000 per kilogram. Sehingga juga mempengaruhi harga beras di pasaran.
Untuk beras, dari penyosohan untuk beras medium seharga Rp 12.500 per kilogram. Tetapi di beberapa penyosohan lain sudah mencapai Rp 13 ribu per kilogram. Di tingkat pedagang, harganya menyesuaikan dan ikut naik.
Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana memperkirakan ada potensi hingga 775,5 hektar dari total luas 6.636,4 hektar yang rawan kekeringan. Kondisi musim kering dampak dari el nino ini disikapi dinas dengan melakukan upaya pencegahan atau antisipasi.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, I Wayan Sutama mengatakan upaya pencegahan agar tidak gagal panen ataupun kekeringan dengan berbagai upaya. Mulai dari pengaturan pola tanam sesuai ketersediaan air irigasi atau berpalawija, pengaturan pola gilvar (pergiliran varietas), pemanfaatan sumur-sumur bor serta edukasi kepada kelompok tani atau subak terkait penanggulangan dampak El Nino.
Kondisi ini, sejatinya menguntungkan bagi petani karena harga gabah yang tinggi. Namun sebagian besar subak sudah masuk masa panen. (Surya Dharma/balipost)