DENPASAR, BALIPOST.com – Pemerintah Provinsi Bali di bawah kepemimpinan Penjabat (Pj.) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya bergerak cepat mengatasi dua masalah utama di Bali yakni stunting dan kemiskinan ekstrem. Dia mantagetkan pada 2024 kemiskinan ekstrem jadi 0 %.
Dua guru besar memberikan solusi untuk mengatasi kemiskinan di Bali. Pengamat pendidikan yang juga mantan Kepala LLDikti Wilayah VIII, Prof. Nengah Dasi Astawa, Senin (18/9) menjelaskan, program pengentasan kemiskinan sejak Wayan Koster sudah digaungkan. Hal ini harus dilanjutkan agar tidak menyisakan masalah baru. Makanya dia setuju Pj. Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, fokus memerangi masalah ini.
Secara faktual, kata dia, kemiskinan dibagi tiga jenis yakni kemiskinan kultural akibat budaya kerja yang rendah. Kedua, kemiskinan struktural yakni akibat ketidakberdayaan dan keterlambatan dalam segala hal. Untuk mengatasi kemiskinan ini diperlukan kehadiran negara. Ketiga ada kemiskinan fungsional akibat kompetensi yang dimiliki tak sesuai dengan produktivitas. Untuk menemukan solusinya ketiga jenis kemiskinan ini perlu dipetakan di Bali.
Dasi Astawa menduga kemiskinan ekstrem di Bali kebanyakan akibat kemiskinan stuktural. Hanya saja dia ingin meluruskan untuk memotong angka kemiskinan struktural ini perlu kehadiran negara. Bentuknya tak cocok lagi berupa bantuan konsumtif melainkan bantuan produktif. Caranya dengan menyiapkan pendidikan dan pelatihan bagi KK miskin dan anak-anaknya untuk bersekolah setinggi-tingginya. Bagi yang belum bekerja disiapkan pelatihan dan disiapkan dunia kerja. ”Jangan lagi berupa bantuan beras dan uang yang nilai manfaatnya singkat,” tegas Dasi Astawa.
Guru besar bidang agribisnis Dwijendra University, Prof. Dr. Ir. Gede Sedana menjelaskan sebagian KK miskin di Bali disandang oleh kaum petani. Maka solusi yang dia tawarkan adalah pemerintah segera menerapkan pertanian inklusif. Model pertanian ini akan menyejahterakan petani sehingga tak lagi ada kesan petani menghasilkan beras, namun kewalahan membeli beras karena harganya tinggi.
Dia mengapresiasi langkah Pj. Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, untuk fokus menuntaskan kemiskinan ekstrem di Bali pada 2024. Dia memaparkan salah satu pendekatan yang digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan petani adalah melalui sistem agribisnis di perdesaan dan perkotaan guna
mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi pada pembangunan di tingkat perdesaan, perkotaan/kabupaten dan provinsi serta nasional.
Dalam pelaksanaannya, pengembangan sistem agribisnis masih ditemukan berbagai masalah dan hambatan sehingga tingkat kesejahteraan para petani belum dapat diwujudkan secara maksimal.
Upaya mempertahankan dan meningkatkan sektor pertanian khususnya pangan di atas lahan sawah, kata dia, perlu terus semakin diintensifkan dan ditingkatkan oleh pemerintah dan berbagai pihak termasuk para petani dan subak. Subak harus dipandang sebagai salah satu sistem budaya di Bali yang memiliki filosofi Tri Hita Karana.
Pembangunan pertanian pangan di Bali mesti dilakukan komprehensif atau inklusif untuk meningkatkan mutu dan nilai tambah produk pertanian serta sesuai dengan kebutuhan pasar, meningkatkan pendapatan petani secara proporsional, mempertahankan ketahanan pangan melalui rantai pasok pangan yang dinamis dan kontinu. Juga meningkatkan jiwa kewirausahaan petani dan masyarakat perdesaan, meningkatkan koordinasi antarintervensi pertanian di perdesaan dan perkotaan, mendorong investasi dalam teknologi dan inovasi, meningkatkan peran penelitian dan pengembangan serta aplikasi pengetahuan dan teknologi menjaga kelestarian budaya pertanian serta menjaga lingkungan Bali yang didasarkan pada Nangun Sat Kerthi Loka Bali.
Tujuan-tujuan strategis pembangunan pertanian pangan tersebut tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan satu dengan yang lainnya sehingga pendapatan petani meningkat yang selanjutnya mengakselerasi pertumbuhan ekonomi pedesaan dan Bali. (kmb)