SEMARAPURA, BALIPOST.com – Tim JPU bidang Tindak Pidana Khusus Kejari Klungkung menetapkan Ketua LPD Bakas berinisial IMS sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi dugaan penyimpangan pengelolaan dana. Penetapan tersangka itu, setelah JPU melakukan ekspose atas penanganan perkara ini, Rabu (20/9).
Tersangka diduga membuat kredit fiktif yang menguntungkan dirinya sebagai Ketua LPD. Kajari Klungkung Lapatawe B Hamka, saat menerangkan penetapan tersangka ini, Kamis (21/9), mengatakan dugaan tindak pidana korupsi ini dilakukan antara tahun anggaran 2018 sampai dengan tahun 2021.
Setelah mendapatkan hasil penghitungan Kerugian Negara, ditindaklanjuti dengan ekspose Kajari Klungkung dengan Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejari Klungkung. “Sebagaimana ekspose tersebut, telah menetapkan I.M.S selaku Ketua LPD Bakas sebagai tersangka, dalam perkara tindak perkara korupsi pada LPD Bakas, Kecamatan Banjarangkan, Tahun Anggaran 2018-2021,” katanya.
Tersangka diduga telah merealisasi kredit, baik di luar maupun di dalam Desa Bakas, tanpa mengindahkan prinsip kehati-hatian pengelolaan LPD. Merealisasi kredit kepada nasabah di luar Desa Bakas tanpa adanya perjanjian kerjasama antar desa, mengubah catatan dalam buku kas, menjadikan nominal dalam neraca percobaan yang dilaporkan seolah-olah LPD Desa Bakas dalam keadaan sehat.
“Tersangka juga diduga mengambil alih tugas-tugas dari prajuru LPD lain dan karyawan LPD, sehingga dalam proses pengambilan keputusan mutlak ada pada diri tersangka. Tersangka turut diduga menunjuk petugas analisa kredit secara lisan dan menguasai kunci brankas LPD,” terangnya.
Perbuatan tersangka bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2) Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 tentang LPD, bahwa LPD dalam melaksanakan bidang usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mentaati prinsip kehati-hatian pengelolaan LPD. Prinsip kehati-hatian pengelolaan LPD, diperlukan untuk menjamin pengelolaan LPD yang sehat.
Ini semakin dipertegas dalam Pasal 7 Ayat (1) Pergub Bali Nomor 44 Tahun 2017 tentang Peraturan Pelaksana Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 tentang LPD yang menyebutkan bahwa LPD harus melaksanakan sistem administrasi LPD.
Akibat perbuatan tersangka, telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 12.663.813.214, sebagaimana penghitungan kerugian keuangan negara dari Kantor Akuntan Publik Dwi Haryadi Nomor: 00014/2.1327/LAP-PKK/11/1723-1/0/VIII/2023. Tersangka diduga telah melanggar ketentuan Primair : Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab UU Hukum Pidana.
Kemudian dalam ketentuan Subsider: Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab UU Hukum Pidana. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, ancaman pidana untuk tersangka cukup berat, paling lama selama 20 tahun, denda paling sedikit Rp 200 juta dan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar kerugian yang ditimbulkan oleh tersangka.
“Tersangka saat ini belum ditahan. Pertimbangannya, karena selama penyidikan tersangka kooperatif memberikan keterangan kepada penyidik dan tidak berupaya menghilangkan barang bukti,” imbuh Kasi Pidsus Kejari Klungkung Putu Iskadi Kekeran. (Bagiarta/balipost)😀