DENPASAR, BALIPOST.com – Pesatnya perkembangan pariwisata di Bali, telah berdampak semakin menyusutnya lahan subur pertanian akibat alih fungsi lahan. Hal ini pun dikhawatirkan akan mendegradasi sistem budaya pertanian di Bali. Demikian disampaikan Anggota DPR RI Dapil Bali, I Nyoman Parta, Minggu (1/10).
Parta menyadari bahwa lahan pertanian dan lahan subur di Bali dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan yang drastis. Bahkan, alih fungsi lahan setiap tahun mencapai 200 hektare.
Jika ini tidak diantisapasi, maka akan habis lahan subur di Bali. “Jadi kalau suatu saat nanti kita di desa adat tertentu acara ngusaba desa, ngusaba nini, perayaan jagad padahal sawah sudah tidak ada, nanti kosong (punah,red) ritualnya,” ujarnya.
Anggota DPR RI Komisi VI ini, mengungkapkan bahwa dari ritual ngusaba desa, ngusaba nini, dan perayaan jagat di Bali telah memunculkan nama dewa dan dewi orang Bali. Seperti, Dewi Uma, Dewi Sri, Sang Hyang Toya. Bahkan, masyarakat Bali mengenal berbagai ritual, seperti nangluk merana, mendak toya, biu kukung, dan ritual – ritual lainnya.
Dari setelah ritual dan muncul nama dewa-dewi orang Bali, selanjutnya muncul kesenian orang Bali. Ada Tarian Belibis, Tarian Manuk Rawa, Tarian Kijang Kencana, Tarian Burung – Burung, Tarian Belalang dan tarian lainnya. Dan yang terakhir munculah karawitan orang Bali, seperti Kidung Wargasari tentang hasil alam dan tentang kebesaran tuhan.
“Jadi, tanah bukan sekadar yang berwarna hitam. Oleh karena itu, saya dengan kapasitas bukan eksekutif susah payah mempertahankannya, mengajak masyarakat agak tidak menjual tanah susahnya minta ampun, setidaknya dikontrakkan saja tidak masalah,” tegas politisi PDI Perjuangan ini.
Parta mengatakan kepedulian terhadap lahan pertanian di Bali agar tidak dialihfungsikan juga sering disuarakan oleh Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri. Bahkan, dengan tegas Megawati meminta kepada kepala daerah agar menghentikan konversi lahan subur pertanian menjadi lahan pemukiman untuk kepentingan pariwisata.
“Ibu Mega (Megawati Soekarnoputri,red) sudah sangat sering menyampaikan agar stop konversi lahan subur. Jadi pemangku kebijakan di Bali, gubenur, walikota dan bupati se-Bali harusnnya laksanakan intruksi Ibu Mega, lebih-lebih sudah menjadi keputusan rekomendasi Rakernas ke-4 PDI Perjuangan,” pungkasnya. (Winatha/balipost)