Seorang petani menyiangi rumput liar di lahan pertanian yang mengalami kekeringan di Banjar Telabah, Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali, Kamis (1/10/2023). (BP/Antara)

DENPASAR, BALIPOST.com – Menjaga sawah agar tidak beralih fungsi bukan tugas petani karena petani pasti ingin selalu menjaga sawahnya. Adalah tugas dan kewajiban pemerintah memastikan ekosistem pertanian menguntungkan sehingga petani tidak memilih mengalihfungsikan sawahnya. Pemerintah diminta serius membangun ekosistem pertanian.

Hal tersebut disampaikan Ketua Komunitas Petani Muda Keren AA. Gede Agung Wedhatama, Minggu (8/10) yang ditemui di sela-sela sebuah acara di Denpasar. Ia mengatakan, jika kantongnya tebal, perutnya kenyang dari hasil bertani, petani tidak akan menjual sawahnya. “Kalau kantongnya tipis dan perut lapar otomatis sawahnya dijual jadi vila,” tandasnya.

Apa yang terjadi di sejumlah wilayah seperti Cangggu, Munggu, Ubud hingga Pejeng dimana sawah banyak disulap jadi vila karena petani lelah mengolah sawah tanpa hasil jelas. Regulasi pemerintah haruslah membuat bertani itu jadi menguntungkan.

Baca juga:  Pasca Bencana, Kerusakan Lahan 135.57 Hektar dan Kerugian Mencapai 6 Miliar

“Seharusnya regulasi pemerintahlah yang membantu itu karena faktanya di Canggu, Ubud, Pejeng, sawah berganti menjadi vila karena mengurus NIB sekarang serba online. Kita tidak berdaya, subak lambat laut hilang. Itu tantangan kita di Bali,” kata  Agung Wedhatama.

Regulasi pemerintah mulai dari hulu hingga hilir. Mulai dari insentif pajak, kemudahan sarana dan prasarana pertanian, pascapanen hingga kemudahan mengakses pasar.

Tantangan besar petani di tingkat hulu adalah tidak adanya kepastian pasar. Namun, di pasar juga memiliki masalah tidak adanya kepastian kontinunitas suplai dan kualitas, dan kuantitas. Maka dari itu petani harus bersatu dalam satu wadah untuk menyelesaikan masalah di pemasaran.

Baca juga:  Begini Keluhan Petani Sayur di Masa Pandemi Covid-19

Pentingnya petani memiliki kepastian pasar, agar tanaman yang ditanam dapat dijual dengan mudah dan harga pantas. Jadi pertanian menyesuaikan dengan keinginan pasar. “Sehingga petani juga memiliki kepastian pasar, tahu mau menanam apa. Jadi menanam by project atau kebutuhan, jadi bukan menanam dulu, baru tahu pasar, melainkan ketahui dulu kebutuhan pasar, baru kita tanam sehingga bertaninya produktif menghasilkan. Sehingga kantongnya tebal, perutnya kenyang,” kata Wedhatama.

Baca juga:  Sejak 3 Tahun Lalu, Produksi Kakao Jembrana untuk Ekspor Terus Meningkat

Maka dari itu ia meng-empower anak–anak muda agar mendapatkan hasil dari pertanian dan output dari pertanian sehingga anak muda yakin dengan Bertani pun bisa menjadi Sejahtera. “Mungkin kecil, tapi persisten terus kami lakukan itu karena kalau semuanya menggerutu dan menonton, akan habis Bali ini,” tandasnya.

Misinya ke depan agar pariwisata mendukung pertanian. Pariwisata menjadi bonus dari aktivitas pertanian. “Fokusnya bertani, output-nya bertani. Tidak usah bikin vila, kembangkan carik (sawah), tumpang sari dengan hortikultura, tanam bunga pacar, gemitir, kacang panjang, ada penghasilan harian, dan bulan dan rumahnya diperbaiki dibersihkan, jadikan kamarnya homestay,” bebernya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *