JAKARTA, BALIPOST.com – “Body checking” yang dilakukan terhadap kontestan finalis Miss Universe Indonesia 2023 dibantah atas inisiatif sendiri oleh Tersangka Miss Universe Indonesia, Andaria Sarah Dewia atau Sarah.
Hal tersebut disampaikan oleh Kuasa hukum Sarah, David Pohan yang menjelaskan bahwa saat proses body checking dan pemotretan para finalis tanpa busana merupakan arahan dari CEO Miss Universe berinisial EW.
“Jadi tidak ada itu inisiatif dari klien kami, itu merupakan perintah dan juga pada saat memerintahkan — CEO itu bilang, tolong ya lampirkan buktinya,” ujarnya saat ditemui di Polda Metro Jaya, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (12/10).
Selain itu David juga menjelaskan bahwa Sarah diangkat secara lisan oleh CEO sebagai COO (chief operating officer/direktur operasional). Pertama tugas dia adalah untuk menertibkan dan mendisiplinkan waktu dan juga untuk mematuhi perintah lisan dari CEO. “Nah kedua, bahwa klien kami mendapatkan perintah langsung dari CEO untuk melakukan body checking,” katanya.
David juga merasa keberatan kliennya ditetapkan sebagai tersangka. Menurutnya hal itu adalah perintah dari atasan. Untuk itu, ia meminta CEO tersebut juga ditetapkan sebagai tersangka.
“Iya (minta CEO ditetapkan sebagai tersangka). Kalau harapan kami, klien kami tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka. Yang bertanggung jawab ini adalah CEO, karena mereka, CEO di sini kan juga ada kontrak ada kerjasama dengan pihak MUID bahwa di situ dia yang bertanggungjawab,” jelasnya.
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya menetapkan satu tersangka berinisial ASD alias S atas dugaan pelecehan pada kontes kecantikan Miss Universe Indonesia 2023.
“Gelar perkara pada hari ini sementara ini telah ditetapkan satu tersangka oleh penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Penyidikan masih terus berjalan,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (4/10)
Hengki menjelaskan, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 28 saksi yang terdiri dari delapan korban, 13 saksi, tiga terlapor dan empat saksi ahli. Penyidik juga telah melakukan koordinasi dengan lembaga lain.
“Seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), Pendampingan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),” kata Hengki. (Kmb/Balipost)