JAKARTA, BALIPOST.com – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyebut perang yang kembali meletus antara Israel dan Palestina makin memperburuk situasi dunia. Saat ini, dunia tengah menghadapi krisis pangan dan energi. Demikian disampaikan Jokowi dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) VI Relawan Projo di Indonesia Arena, Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (14/10).
Dikutip dari Kantor Berita Antara, setelah krisis pangan yang dipicu perang Rusia dan Ukraina, Presiden memperingatkan bahwa perang Israel dan Palestina berpotensi menyebabkan krisis energi dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) di seluruh dunia.
“Harga pangan jadi naik gara-gara perang di Ukraina. Ini nanti harga energi bisa naik karena perang Palestina dan Israel. Harga energi itu artinya bensin dan pertamax. Saya tidak ingin menakut-nakuti, tetapi itu bisa terjadi karena kalau perang tidak berakhir pasti harga BBM global akan naik,” tutur Jokowi.
Selain kedua persoalan tersebut, Presiden menambahkan bahwa dunia juga menghadapi tantangan besar perubahan iklim yang dampaknya sudah nyata dirasakan oleh manusia di berbagai belahan dunia.
“Kemarin 3—4 bulan ini cuaca panas menyengat terjadi di seluruh dunia, termasuk kita yang kena dampak El Nino, bukan hanya cuaca panas, melainkan juga memengaruhi hasil produksi pangan kita,” kata dia.
Jokowi, yang pada tanggal 10—11 Oktober lalu membuka KTT Forum Negara Pulau dan Kepulauan (AIS Forum) di Bali, kemudian memaparkan bahwa negara-negara pulau dan kepulauan kecil adalah yang paling rentan terdampak perubahan iklim.
“Pulau mereka banyak yang sudah tenggelam, jadi dampak (perubahan iklim) sudah mereka rasakan langsung. Ini yang juga harus kita sikapi, artinya nanti bukan hanya energi dan pangan yang bermasalah, melainkan karena perubahan iklim nanti pulau-pulau kecil yang ada juga bisa tenggelam karena naiknya permukaan air laut,” tutur Jokowi.
Mengingat tantangan dunia yang makin banyak dan kompleks, Jokowi menegaskan bahwa pemimpin Indonesia selanjutnya harus memiliki visi taktis yang jelas, keberanian mengambil risiko, dan bernyali besar menghadapi tekanan negara lain. (kmb/balipost)