DENPASAR, BALIPOST.com – Potensi pekerja migran Indonesia (PMI) ke New Zealand ternyata cukup besar. Tak hanya di pariwisata, para PMI diserap di sektor pertanian. Demikian disampaikan I Nengah Yasa Adi Susanto, fasilitator penyalur pekerja migran Indonesia, Rabu (25/10).
Setiap tahunnya, ia mengaku ada permintaan tenaga kerja ke New Zealand. Pada tahun ini, user meminta pengiriman PMI untuk bekerja sebagai pemetik apel. “Kita Indonesia saat ini sedang berada pada periode bonus demografi. Kita punya tenaga kerja yang produktif sementara lapangan kerja yang tersedia di Bali dan Indonesia pada umum belum mampu menampung. Jadi kita bersyukur ada peluang kerja ke luar negeri,” ujarnya.
Untuk pemetik apel ini, sebanyak 163 orang dikirim. Asal Bali mencapai 78 orang, paling banyak dari Buleleng. Pekerja migran yang berangkat ini merupakan kedua kalinya.
Tak perlu keterampilan khusus karena mereka berkomunikasi dengan supervisor sesama orang Indonesia. “Mereka adalah pahlawan devisa sehingga patut diapresiasi,” ujar Adi yang merupakan Kepala Kantor PT AL Wihdah Jaya Sentosa Cabang Bali ini.
Ia pun mengungkapkan penghasilan para PMI ini cukup tinggi. “Dengan rata-rata lama bekerja 7 bulan dikontrak, penghasilan USD New Zealand 20 sampai 22 per jam. Mereka bisa bekerja 9 jam, 12 jam, dan kadang kalau musim kemarau di sana bisa 14 jam. Kalau kita hitung-hitung rata-rata biaya penghasilan mereka setelah dipotong biaya-biaya lainnya antara Rp 20 juta – Rp 30 juta sebulan. Penghasilan di New Zealand cukup besar dibanding negara lainnya,” ujarnya.
Ia berharap sebagai pahlawan devisa negara, pemerintah dapat hadir membantu ketika ada permasalahan yang dialami. Karena tugas negara berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran, negara wajib hadir mulai pralenempatan, masa penempatan hingga pasca penempatan.
“Devisa yang dihasilkan pekerja migran ini ratusan triliun setiap tahun, maka sudah seharusnya mereka diberikan perlindungan yang maksimal,” jelasnya. (Citta Maya/Balipost)