Korsatpel UPPKB Cekik dan Seririt, I Made Dwijati Arya Negara, Senin (30/10) dihadirkan di Pengadilan Tipikor Denpasar sebagai saksi kasus OTT Pungli. Dia mengakui hasil pungli juga disetor ke polisi. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Saksi kunci sekaligus tersangka dalam kasus OTT Jembatan Timbang di Kantor Unit Pelayanan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Desa Cekik Kecamatan Gilimanuk Kabupaten Jembrana, I Made Dwijati Arya Negara, Senin (30/10) dihadirkan di Pengadilan Tipikor Denpasar. Ia mengaku sebagian hasil pungli pelanggaran kendaraan disetor ke kepolisian.

Arya yang juga menjabat Korsatpel UPPKB Cekik dan Seririt ini sempat berusaha berkelit saat ditanya terkait pungli di lembaga yang dipimpinnya oleh JPU Agung Gede Lee Wisnhu Diputera, dkk. Namun saat diingatkan oleh majelis hakim yang diketuai Heriyanti dengan hakim anggota Nelson dan Soebekti, soal akibat kesaksian palsu di bawah sumpah, Arya mulai melunak dan mulai jujur.

Salah satunya soal aliran dana hasil pungli yang di-OTT Polda Bali, dengan terdakwa I Ketut Suasa selaku PPNS di UPPKB Cekik-Gilimanuk dan Rony Sugara, PNS Kementerian Perhubungan yang ditugaskan di UPPKB Cekik, Kabupaten Jembrana. Arya selaku koordinator mengakui menerima Rp 12 juta setiap hari dari pungli pelanggaran kendaraaan itu.

Baca juga:  Warga Terjangkit COVID-19 Kembali Naik 3 Digit, Korban Jiwa Tambah Belasan

Jika tidak sampai target atau kurang dari Rp 12 juta sehari, itu merupakan utang dari Danru atau regu. Di Cekik, ada empat Danru. Satu Danru ada 15 hingga 20 orang.

Dana itu sebelum disetor Danru ke pihak korstapel, terlebih dahulu ditampung pada laci warna putih. Lalu dana hasil pungli itu ditaruh di rekening BCA milik Arya Negara (status tersangka dalam berkas terpisah).

Majelis hakim mencoba membuka BAP serta bukti-bukti terkait dalam berkas. Namun yang ditemukan masuk ke rekening hanya sekitaran Rp 2 hingga 3 jutaaan. Hakim pun menanyakan berarti ada bentuk uang cash lebih banyak.

Kemana saja aliran dana itu? Saksi Arya Negara awalnya menjawab dipakai makan-makan dan acara tirta yatra. Namun keterangan saksi sebelumnya dari Danru, itu tidak ada.

Baca juga:  RS Wangaya Rawat 1 Pasien dengan Gejala Ini Pulang Umroh

Hakim dan jaksa minta supaya saksi menjawab jujur. Akhirnya dijawab bahwa uang cash itu diberikan pada tamu dari instansi sampingan.

Hakim mengejar tamu sampingan itu siapa? Sempat menghela nafas dan lama menjawab, akhirnya disebut bahwa tamu samping itu adalah aparat kepolisian.

Anggota majelis hakim sempat mengkalkulasi dari empat regu yang bertugas, dan ditarget Rp 12 juta sehari, dengan catatan setoran kurang dari Rp 12 juta merupakan utang regu, maka terdapat seratusan juta uang pungli masuk setiap bulannya. Jika dirata-ratakan, berapa setor ke polisi?

Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar terjawab ada sekitar Rp 90 jutaan setiap bulan disetor ke oknum aparat kepolisian.

Benny Hariyono, kuasa hukum terdakwa sempat mempertegas dan menanyakan, selain uang pungli disetor ke polisi, apakah ada nyetor ke instasi lain, atau ke kepala balai dan lainnya? Saksi sekaligus tersangka mengatakan tidak ada.

Baca juga:  Tambah 2 Lagi, Pasien COVID-19 di Indonesia

Selain soal aliran atau pembagian uang pungli di UPPKB Cekik, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar juga digali soal dasar hukum pungutan. Hal itu ditanyakan JPU Agung Lee Wisnhu. Saksi menjawab bawah semestinya yang dilakukan adalah penilangan, bukan pungutan.

Siapa punya kebijakan pungutan itu? Tanya jaksa. “Jangan jawab kebiasaan,” sambung hakim. Arya Negara menjawab tidak ada.

Lantas, siapa yang menyampaikan ke terdakwa untuk pungutan? Karena saksi Arya Negara sebagai pimpinan di sana? Saksi mulai bersilat lidah, dan semakin membuat jaksa dan hakim geram. Saksi mengatakan bahwa dia tidak kuasa melawan sistem yang ada di sana. Walau dia tau di hari pertama menjabat Korsatpel, saksi sudah tau ada pungli. Namun saksi mengaku kalah suara. “Sebelum saya di sana sudah begitu sistemnya. Seperti air mengalir. Saya ikuti saja, ” jawabnya polos. (Miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *