Oleh Djoko Subinarto
Gelaran pemilihan legislatif (pileg), pemilihan presiden (pilpres), dan juga pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak diharapkan dapat lebih menggairahkan dunia bisnis di Tanah Air, khususnya sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta industri periklanan. Hajat akbar pesta demokrasi berupa pileg, pilpres, dan juga pilkada serentak bakal dilangsungkan pada 2024. Sebagai sebuah pesta demokrasi, pemilihan umum (pemilu) mestinya mampu membuat semua masyarakat bersuka cita.
Publik seyogianya bersuka cita karena momen pemilu bukan saja menjadi ajang untuk memberikan suara kita secara langsung kepada para calon pemimpin yang kita percayai, tetapi juga sebagai salah satu bentuk perwujudan konsep bahwa suara rakyat itu suara Ilahi (vox populi vox Dei). Secara sederhana, demokrasi sendiri kerap dijabarkan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dalam konteks bisnis, penyelenggaraan pileg, pilpres, yang kemudian disusul oleh penyelenggaraan pilkada serentak, pada tahun depan, diharapkan dapat lebih menggairahkan dunia bisnis di Tanah Air, khususnya sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Menurut Undang-Undang nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, perusahaan yang digolongkan sebagai UMKM adalah perusahan-perusahaan dengan kriteria sebagai berikut. Pertama, usaha mikro yaitu usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan, yang nilai assetnya sampai 50 juta rupiah dengan pendapatan sampai 300 juta rupiah per tahun.
Kedua, usaha kecil yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar, dengan nilai asset antara 50 juta hingga 500 juta rupiah dengan total penghasilan sekitar 300 juta hingga 2,5 miliar rupiah per tahun.
Ketiga, usaha menengah yakni usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar, yang memiliki asset sekitar 500 juta hingga 10 miliar rupiah dengan jumlah pendapatan berkisar antara 2,5 hingga 50 miliar rupiah per tahun.
Selama ini UMKM kita telah mampu membuktikan ketahanan dan eksistensinya dalam jagat perekonomian negeri ini. Saat badai krisis moneter melanda di penghujung tahun 1990-an, misalnya, tatkala banyak investor dan pengusaha besar yang gulung tikar dan sebagian mengalihkan modalnya ke negara-negara lain, sehingga perekonomian Indonesia di kala itu sempat terpuruk, sektor UMKM justru mampu bertahan dan menggerakkan roda perekonomian Indonesia.
Perhelatan pileg, pilpres, dan juga pilkada agaknya bakal membesarkan api optimisme bagi sektor UMKM kita. Pasalnya, ajang kampanye maupun sosialisasi program dalam rangka pileg, pilpres, maupun pilkada membutuhkan antara lain, misalnya, konsumsi, pembuatan spanduk serta poster, suvenir dan merchandise serta jasa katering. Ini tentu saja menjadi peluang emas bagi UMKM kita untuk mampu menggenjot omzet maupun profit yang lebih signifikan.
Industri Periklanan
Di sektor periklanan, pileg, pilpres maupun pilkada serentak diharapkan pula mampu lebih menggairahkan sektor periklanan. Seperti kita ketahui, menjelang pemilu senantiasa lazim bermunculan tayangan iklan-iklan politik. Ibarat dagang, ajang pemilu memang pada hakikatnya adalah ajang bagaimana menarik simpati dan hati konsumen, sehingga apa yang ditawarkan akhirnya dapat menjadi pilihan utama konsumen.
Jika dalam dunia perdagangan barang dan jasa yang dijual adalah produk barang dan atau jasa, maka dalam pemilu yang menjadi produk adalah kandidat beserta program-programnya. Agar produk yang dijual bisa laku, salah satu kiatnya adalah beriklan lewat media. Reklame politik menjadi bagian yang tidak terpisahkan serta penting dalam upaya menarik simpati dan hati khalayak.
Kemunculan iklan-iklan politik menjelang pileg, pilpres maupun pilkada serentak tentu saja dapat lebih memberi angin segar bagi industri periklanan dan media kita.
Merujuk data Nielsen Ad Intel, secara porsi, belanja iklan di Indonesia, dan sejumlah negara lainnya di Asia, masih didominasi oleh iklan televisi yakni mencapai US$36,3 miliar, pada 2022. Disusul kemudian oleh belanja iklan digital sebesar US$9,2 miliar. Dari aspek pertumbuhan, belanja iklan pada 2022 didorong oleh iklan digital, yang tumbuh sebesar 64% dari tahun 2021. Diikuti oleh iklan luar ruangan yang tumbuh sebesar 19%, televisi sebesar 6%, iklan bioskop sebesar 131% (yoy).
Tak sedikit pelaku bisnis periklanan yang mengapungkan optimisme bahwa belanja iklan di tahun politik 2024 bakal tumbuh lebih signifikan. Kita berharap mudah-mudahan api optimisme juga menjalar ke aspek-aspek kehidupan lainnya. Artinya, hajat akbar demokrasi berupa pileg, pilpres, dan pilkada serentak di tahun 2024 mendatang memang benar-benar membawa berkah bagi kita semua. Bukan sebaliknya. Dengan demikian, pesta politik tahun depan memang layak untuk kita rayakan bersama-sama dengan penuh suka cita.
Penulis, Kolumnis dan Bloger