Warga Nusa Penida saat hadir dalam pembagian paket makanan olahan berbahan dasar ikan untuk cegah stunting. (BP/Dokumen)

Oleh : Ida Erni Sipahutar, S.Kep, Ners, M.Kep, Ni Nyoman Hartati, S.Kep, NS, M.Kes, Ns., Luh Ketut Suardana, S.Kep, M.Kes. 

Indonesia menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), salah satunya adalah masalah kekurangan gizi yang masih cukup tinggi di Indonesia yang menyebabkan anak pendek (stunting). Berdasarkan hasil survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI) tahun 2021, ditemukan angka kejadian stunting di angka 24,4 persen atau sebanyak 5,33 juta balita.

Presiden memberikan target jumlah kasus stunting bisa turun menjadi 14 persen tahun 2024. Berdasarkan studi status gizi Indonesia, 2021 diperkirakan 1 dari 4 anak Indonesia mengalami stunting atau sekitar 5 juta anak Indonesia mengalami stunting.

Kasus stunting di Bali tahun 2021 berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) ditemukan 10,9% dan Bali menargetkan tahun 2024 angka kejadian stunting dapat menurun menjadi 6 %. Sementara di sekup kabupaten, di daerah sejuk Bangli, angka kejadian stunting di Bangli tahun 2021 masih cukup tinggi. Ada 13 desa menjadi fokus penanganan stunting di Kabupaten Bangli, persisnya yang terdapat di Kecamatan Kintamani.

Berdasarkan operasi timbang terdapat di atas 30 persen termasuk zona kuning seperti Desa Ulian dan Desa Mengani. Dan berdasarkan 42 balita yang ditimbang di Desa Mengani terdapat sebanyak 16 balita mengalami gagal tumbuh (38.10%), di Desa Ulian dari 57 balita ditemukan sebanyak 21 balita gagal tumbuh (36.84%).

Baca juga:  "Physical Activity" Versus Stunting

Pengertian stunting menurut Kementerian Kesehatan adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Penyebab utama anak mengalami stunting karena pola asuh keluarga terutama ibu yang salah, mulai proses kehamilan sampai bayi lahir terus bertumbuh dan berkembang hingga umur 24 bulan.

Kekurangan gizi saat 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), mulai janin terbentuk dalam rahim ibu sampai bayi lahir dan umur 24 bulan. Pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan ibu ketika hamil perlu mendapat perhatian untuk mencegah terjadinya stunting.

Stunting berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak dan status kesehatan seperti lambat berbicara, badan kerdil atau tumbuh tidak sesuai dengan kelompok umurnya dan terjadi permanen sampai anak menjadi dewasa. Akibat kekurangan gizi pada 1.000 HPK akan bersifat permanen dan sulit untuk diperbaiki.

Pemerintah meyakinkan intervensi pencegahan stunting difokuskan pada  perempuan mulai awal kehamilan  sampai sesudah kelahiran. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali menjelaskan bahwa pemerintah Provinsi Bali sudah melakukan upaya percepatan untuk menurunkan kasus stunting di Bali dengan cara melakukan pengadaan antropometri KIT dari pusat, dana DAK stunting, mendistribusikan alat USG ke Puskesmas, menyediakan alokasi dana DAK non fisik PMT di Puskesmas, mengadakan kegiatan aksi bergizi di sekolah dan mengadakan kelas ibu hamil sehat. Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Bangli juga sudah melakukan upaya-upaya untuk menurunkan kasus stunting.

Baca juga:  Seni Menyingkap Realitas

Salah satu upaya yang dilakukan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli adalah mengadakan pertemuan dengan beberapa instansi terkait seperti BKKBN Provinsi Bali, semua camat yang ada di Kabupaten Bangli guna membahas cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan kasus stunting, dan menandatangani kesepakatan komitmen bersama untuk mendukung percepatan penurunan kasus stunting secara konsisten dan berkelanjutan di desa-desa yang ada di Bangli.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Pusksemas 6 Kintamani Kabupaten Bangli ditemukan pengukuran tinggi badan pada balita bulan Januari tahun 2023, terdapat sebanyak 10 orang balita mengalami gagal tumbuh di Desa Belancan, Kintamani, Kabupaten Bangli. Upaya yang perlu dilakukan untuk membantu pemerintah menurunkan kasus stunting di desa adalah memberdayakan fasilitas dan perangkat desa yang ada.

Perangkat ibu-ibu PKK dan kelompok teruna teruni di desa diberikan pelatihan tentang konsep stunting mulai dari pengertian stunting, penyebab stunting, ciri-ciri anak mengalami stunting, akibat stunting dialami anak terhadp pertumbuhan fisik dan perkembangan anak termasuk dampaknya terhadap tingkat kecerdasan anak serta bagaimana upaya yang dilakukan keluarga agar anak tidak mengalami stunting.

Baca juga:  Penanggulangan ”Stunting” di Masa Pandemi

Pelatihan bisa diberikan oleh Puskesmas yang mewilayahi desa tersebut, setelah perangkat PKK dinilai sudah mampu menyerap materi pelatihan tentang konsep stunting dan cara pencegahannya maka perangkat PKK yang sudah dilatih mampu memberikan infomasi kepada anggota PKK dan kelompok teruni ketika pertemuan bulanan dilakukan dan terus dilakukan secara berkesinambungan.

Apabila remaja putri dari awal sudah sering terpapar tentang konsep stunting dan bagaimana cara pencegahannya, besar harapan ketika remaja putri bertumbuh dewasa dan menikah dapat menerapkan pengetahuan yang sudah sering didengarnya. Begitu juga dengan anggota PKK apabila secara rutin menerima informasi tentang konsep stunting dan upaya-upaya yang bisa dilakukan agar bayi yang dilahirkan sehat dan tumbuh kembangnya sesuai dengan umurnya maka ketika ibu tersebut hamil, akan merawat kehamilannya dengan baik dan memenuhi kebutuhan zat gizi yang maksimal sesuai dengan informasi yang diterimanya.

Apabila edukasi tentang stunting ini dilakukan terus menerus melalui kelompok ibu-ibu PKK di desa secara perlahan akan membuka cara berpikir masyarakat terhadap pentingnya memperhatikan proses pembentukan janin di dalam rahim ibu hingga dilahirkan sampai anak berusia 24 bulan.

Penulis, Dosen di Poltekkes Kemenkes Denpasar

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *