BANGLI, BALIPOST.com – Petani cabai di Bangli saat ini harusnya bisa menikmati keuntungan besar. Karena harga cabai melambung. Di pasaran harganya mencapai Rp 70 ribu per kilogram. Namun akibat kemarau panjang, petani justru merugi lantaran tanaman cabainya banyak yang layu hingga gagal panen.
Seperti yang dialami Wayan Merta, petani cabai di Kintamani. Akibat kemarau panjang, ribuan tanaman cabainya yang ditanam di beberapa lokasi seperti Suter dan Yehmampeh layu hingga mati karena kekurangan air. Padahal tanamanya itu sudah siap berbuah.
Kondisi yang sama juga dialami tanaman bawang merahnya seluas dua hektar. Akibat kondisi itu ia pun harus menanggung kerugian yang tidak sedikit.
Merta menanam cabai dengan jumlah banyak karena manargetkan bisa mendapat harga bagus saat musim hujan yang menurutnya biasa berlangsung pada bulan-bulan ini. “Harusnya bulan Juni Juli sudah mulai turun hujan. Tapi ternyata sampai sekarang belum hujan,” katanya.
Supaya produksinya bagus, tanaman cabai harus disiram rutin dua kali sehari. Namun untuk melakukan penyiraman di musim kemarau panjang seperti sekarang, ia mengaku tak kuat. Sebab biaya yang dibutuhkan cukup besar untuk beli air. Satu tangki air harganya Rp 250 ribu. Itu hanya cukup untuk dua kali penyiraman lahan seluas kurang lebih dua hektar. “Jadi biaya yang dibutuhkan tinggi,” katanya.
Dengan kondisi cuaca seperti sekarang, Merta memilih mendiamkan lahannya menunggu hujan turun. “Kalau sudah satu dua kali turun hujan baru kita mulai cocok tanam lagi. Harapannya jelang Galungan nanti hasil panennya bagus,” harapnya. (Dayu Swasrina/Balipost)