Gong Kebyar Dewasa (GKD) yang dilombakan di Festival Seni Budaya serangkaian HUT ke-14 Mangupura tampil meriah. (BP/Ist)

SETELAH Gong Kebyar Anak-anak (GKA) dan Gong Kebyar Wanita (GKW), kini giliran Gong Kebyar Dewasa (GKD) yang dilombakan di Festival Seni Budaya serangkaian HUT ke-14 Mangupura. Sama seperti GKA dan GKW, lomba Gong Kebyar Dewasa digelar di panggung terbuka sisi utara Balai Budaya Giri Nata Mandala, Puspem Badung selama tiga hari mulai 8-10 November 2023.

Riuh teriakan penonton menyemangati para jagoannya ketika mulai memasuki panggung. Sisi kanan dan kiri panggung undangan tumpah ruah oleh penonton. Ribuan ponsel pun mengabadikan momen kala para penabuh menyampaikan salam hormat dan meneriakkan yel-yel. Begitu juga ketika para peserta mulai menunjukkan kemampuan menabuhnya. Tampil mebarung di hari pertama, Rabu (8/11) yakni GKD wakil dari Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan.

Baca juga:  Suplai Banyak, Harga Porang Anjlok

Kepala Dinas Kebudayaan Badung, I Gde Eka Sudarwitha mengatakan, perlombaan GKA, GKW, dan GKD yang mengadopsi materi dari Pesta Kesenian Bali (PKB) ini merupakan upaya Badung dalam pelestarian dan pengembangan seni budaya di Gumi Keris. Selain itu, sebagai upaya dalam mencari bibit-bibit sekaa sebunan yang ada di desa-desa di Kabupaten Badung.

“Ini merupakan upaya untuk mengkaderkan atau mencari calon bibit sekaa. Jadi kami kriteriakan bahwa sekaa yang tampil ini berasal satu desa adat atau desa dinas di kecamatan. Jadi senimannya bukan gabungan dari beberapa desa,” ujarnya, Kamis (9/11).

Baca juga:  Dari Rembug Seniman, Menggagas Strategi Seni Budaya Mewujudkan Bali Era Baru

Menurut Sudarwitha, dengan kriteria demikian diyakini akan bisa mendorong berkembangnya sekaa sebunan di desa-desa. Sehingga setelah Festival Seni Budaya selesai, sekaa yang tampil justru selanjutnya bermanfaat bagi kegiatan seni di masyarakat. Kata dia, Pemkab Badung mengupayakan ini sebagai bibit dan kebermanfaatannya bagi lingkungan sekitar.

“Di dalam kriteria gong kebyar adalah 40 persen penari dan 60 persen penabuh dari wilayah desa adat atau desa dinas. Dengan cara demikian, ketika sudah selesai festival seni budaya ini, sekaa tersebut akan terus dapat dimanfaatkan atau bermanfaat bagi masyarakat. Misalnya ada upacara agama dan event lainnya,” terang mantan Camat Petang ini.

Baca juga:  Warga Pasuruan Jatuh dari Kapal Saat Menyeberang ke Gilimanuk

Disinggung mengenai kualitas penampilan para peserta, Sudarwitha melanjutkan, rata-rata sudah menunjukkan kreativitas yang luar biasa. Bahkan menurutnya, banyak terjadi pengolahan tabuh yang inovatif. “Kalau dari sisi kualitas, sangat luar biasa. Bahkan ada irama maupun melodi tabuh yang baru dan inovatif. Berbeda dengan sebelumnya yang bisa dikatakan gendingnya itu sifatnya tradisi. Pengolahan tabuhnya sudah banyak sekarang yang inovatif,” imbuhnya.

Adapun penunjukan sekaa yang tampil dalam lomba gong kebyar ini, Sudarwitha mengakui bersifat kolaboratif dengan kecamatan dan Listibiya kecamatan yang melakukan pemetaan dan pendekatan-pendekatan terhadap sekaa seni yang sudah berkembang di desa-desa. (Adv/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *