Aspidsus Kejati Bali, Deddy Koerniawan didampingi Kasipenkum dan Kajari Denpasar, saat menggelar jumpa pers terkait mengamankan lima orang petugas Imigrasi Ngurah Rai, Rabu (15/11). (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kejaksaan Tinggi Bali mengakui mengamankan lima orang petugas Imigrasi Ngurah Rai, Selasa (14/11) malam sekitar pukul 22.00 WITA. Selain itu juga disita uang Rp 100 juta.

Menurut Aspidsus Kejati Bali, Deddy Koerniawan, didampingi Kasipenkum Agus Eka Sabana, Rabu (15/11), para petugas yang ditangkap ini diduga melakukan pungutan liar (pungli). Hanya saja, dari lima orang yang diamankan, belum ada yang ditetapkan tersangka.

Namun, ditekankannya, penyalahgunaan fasilitas sudah ada. Dijelaskan, penangkapan itu bermula dari adanya pengaduan masyarakat yakni soal penyalahgunaan fasilitas fast track. “Fast track adalah layanan fasilitas prioritas di Bandara Ngurah Rai dalam rangka mempermudah pemeriksaan keimigrasian atau keluar wilayah Indonesia bagi kelompok lanjut usia, ibu hamil, anak dan pekerja migran,” sebut Deddy Koerniawan.

Baca juga:  Makin Landai! Tambahan Kasus COVID-19 Nasional Capai Belasan Ribu

Lanjut dia, bahwa program imigrasi fast track tidaklah dipungut biaya. “Ini tujuan mulia Direktur Jenderal Imigrasi dalam memberikan layanan prima. Namun dalam praktiknya disalahkangunakan,” jelas Deddy.

Lanjut dia, di fast track tidak semua dipungut biaya, salah satunya ibu hamil. Namun untuk warga negara asing yang pakai layanan tersebut dipungut biaya antara Rp 100 hingga Rp 250 ribu per orang.

Dengan adanya informasi itu, tim Kejati Bali melakukan pengecekan ke Bandara Ngurah Rai. “Dan setelah kita cek, memang benar ada fakta itu. Yakni, terjadinya penyalahgunaan fast track dengan nilai nominal pungutan mencapai kurang lebih Rp 100 hingga Rp 200 juta per bulan,” tegas Deddy.

Baca juga:  Diberhentikan Sementara, Hakim dan Panitera PN Surabaya Terjaring OTT

Dari jumlah tersebut, berhasil disita uang Rp 100 juta, diduga merupakan keuntungan yang tidak sah yang diperoleh dari praktik-praktik tersebut. Pihak Kejati Bali menegaskan, apa yang dilakukan oknum petugas Imigrasi di Bandara Internasional Ngurah Rai itu dapat merusak etalase tanah air, dapat merusak citra Indonesia dan sistem pelayanan publik.

Disinggung sejak kapan pihak imigrasi melakukan praktik tersebut, Deddy mengaku hingga saat ini masih mendalami informasi dari lima orang yang dinamakan. Dijelaskan, praktik itu by sistem. “Yang jelas, saat kita ke TKP, kita mengamankan lima orang untuk dimintai keterangan. Semuanya petugas imigrasi,” jelasnya.

Baca juga:  Jangka Panjang, Pemerintah Harus Pikirkan Sumber Pendapatan Pengungsi

Pihak Kejati Bali juga menjelaskan uang Rp 100 juta disita dari petugas. Sebagai korban dalam kasus ini, banyak dari pihak orang asing atau bule yang masuk ke Indonesia. (Miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *