DENPASAR, BALIPOST.com – APBD Provinsi Bali 2024 dirancang defisit setengah triliun. Sementara di 2024 merupakan momen pesta demokrasi yang biasanya sektor swasta atau pelaku usaha bersikap wait and see, menunggu perkembangan politik.
Namun nyatanya APBD pemerintah Provinsi Bali tahun 2024 dirancang Rp 6,35 triiliun, lebih rendah dari 2023 yang sebesar Rp 6,9 triliun.
Menurut Akademisi Ekonomi dari Universitas Udayana Prof. Wayan Ramantha, Jumat (17/11), pada periode pesta demokrasi diprediksi terjadi sedikit penurunan ekonomi dibandingkan 2023. “Defisit apalagi sudah ditalangi dengan adanya Silpa, itu sangat wajar. Hanya saja batasnya sepanjang tidak lebih dari 3%-5% dari total anggaran, hal yang sangat wajar,” ujarnya.
Meski demikian yang menjadi kekhawatiran adalah anggaran 2024 yang lebih kecil dari 2023. Padahal ada hajatan besar berupa pesta demokrasi. “Untuk ekonomi jelas tidak bagus namun perlu diingat bahwa anggaran perlu disusun secara konservatif, yang kedua bahwa kalau di tahun politik kita sangat sulit untuk bisa memprediksi pertumbuhan ekonomi karena dalam situasi yang tidak normal,” ungkapnya.
Sementara sektor swasta sendiri pada saat Pemilu biasanya bersikap wait and see terutama di bidang investasi sedangkan yang paling utama memicu pertumbuhan adalah investasi. Investasi bisa dari pemerintah maupun sektor swasta.
Pemerintah sendiri tahun 2024, anggarannya menurun terutama untuk belanja modal, hanya Rp 766,53 miliar dan anggaran lebih dominan untuk belanja operasional sebesar Rp 4,45 triliun.
“Kita bisa lihat belanja modal dari RAPBD 2024 dari Provinsi, yang tidak mencapai Rp 1 triliun sedangkan sektor swasta , mereka tidak akan melakukan investasi di tahun 2024 karena tahun politik. Mereka paling tidak akan menunggu. Kalau perkembangan politiknya bagus, baru mereka bisa berinvestasi itu pun ketika tahun 2025,” ujarnya.
Sehingga dampaknya pertumbuhan ekonomi tahun 2024 jelas konservatif. Pemerintah yang seharusnya diharapkan dapat menggerakkan perekonomian lebih besar justru tak punya cukup kekuatan terutama dari sisi anggaran.
“Kita bisa lihat secara jelas di APBD, untuk belanja rutin mereka lebih tinggi daripada anggaran untuk investasi. Jadi pertumbuhan ekonomi kita bisa lihat dari investasi baik pemerintah maupun swasta,” ujarnya.
Investasi pemerintah jumlahnya sangat kecil sehingga tak akan mampu memantik pertumbuhan ekonomi. Sementara swasta berkontribusi 75% pada perekonomian daerah Bali tidak berani juga berinvestasi karena wait and see.
“Maka kita harus bisa memaklumi pertumbuhan yang moderat itu akan terjadi di 2024 jadi proyeksi pertumbuhannya lebih lemah dari 2023,” ujarnya.
Yang bisa dilakukan adalah menjamin tahun politik tidak menimbulkan gangguan keamanan. Momen tersebut harus benar benar dinikmati sebagai pesta demokrasi, tidak boleh memanas.
Apalagi Bali adalah daerah tujuan wisata sehingga keamanan sangat penting bagi wisatawan sebagai penentu mereka mau datang atau tidak. “Jadi jangan ribut – ribut. Kalau ribut – ribut, sama dengan kita bunuh diri secara ekonomi. Kesimpulannya yang harus dijaga adalah menjamin Bali aman,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)