Direktur dan Perwakilan UNESCO untuk China, Korea Selatan, Korea Utara, Jepang dan Mongolia Shahbaz Khan berbicara dalam acara "Yangtze Culture Forum" di Nanjing, provinsi Jiangsu, China pada Jumat (24/11). (BP/Ant)

 

NANJING, BALIPOST.com – Sistem irigasi Subak di Bali menjadi contoh ideal relasi manusia dengan lingkungan, khususnya dalam penggunaan air. Demikian disebutkan Direktur dan Perwakilan UNESCO Kantor Asia Timur Shahbaz Khan.

“Ada sejumlah contoh bagaimana peradaban manusia dapat harmonis dengan air salah satu contoh yang sangat baik adalah Subak di Bali, namun ada juga banyak contoh di China,” kata Shahbaz Khan di Nanjing, provinsi Jiangsu, China, dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (24/11).

Shahbaz Khan menyampaikan hal tersebut pada pembukaan acara “Yangtze Culture Forum” dengan tema “Flowing Rivers, Converging Future” sebagai seminar yang mendiskusikan kerja sama untuk mengatasi masalah sungai di berbagai negara.

Menurut Khan, UNESCO saat ini mendorong penerapan “Integrated Water Resources Management” (IWRM), yaitu pembangunan yang mengoordinasikan manajemen air, daratan dan sumber daya untuk memaksimalkan kesejahteraan sosial maupun ekonomi tanpa menyisihkan lingkungan hidup.

Baca juga:  Tambahan Harian Kasus COVID-19 Nasional Masih di Atas 4.700 Orang

“Caranya dengan mengintegrasikan pemahaman budaya dan nilai-nilai konservasi perairan dengan metode ilmu pengetahuan termasuk mendorong peraturan yang lebih mengikat dalam pembangunan suatu kota terkait dengan air dan sanitasi,” ujar Khan.

Bentuk penerapan dari Tri Hita Karana dibagi menjadi tiga unsur penting sebagai wujud ritual atau hubungan antara manusia, Tuhan dan alam. “Subak menunjukkan prinsip Tri Hita Karana. Ketiganya menjadi ekuilibrium atau keseimbangan antara manusia, lingkungannya dan juga Tuhan. Prinsip itu sangat spesial, jadi bagaimana kita menciptakan kedamaian dengan lingkungan sekaligus membawa spiritualitas melalui air sekaligus pariwisata ramah lingkungan,” tambah Khan.

Baca juga:  Sumbangan Pembaca Bali Post Diserahkan

Khan mendorong lebih banyak pemerintah maupun pihak swasta hingga masyarakat umum untuk lebih sering berdiskusi demi mendengar pandangan satu sama lain.

“Elemen yang kita sebut sebagai ‘warisan yang hidup’ (living heritage) sangatlah penting, di China juga ada contoh menarik seperti Festival Perahu Naga, namun selain festival itu ada juga orang-orang yang tinggal di sepanjang sungai dan air sebagai bagian dari komunitas dapatkah mereka menjangkau sistem air bersih namun sekaligus fasilitas lainnya sehingga menjaga air pun menjadi tanggung jawab bersama,” ungkap Khan.

Anggota Komite Pengarah Partai Komunis China (PKC) Provinsi Jiangsu dan juga Sekretaris dari Komite PKC Kota Nanjing Han Liming mengatakan hampir semua peradaban besar ada di pinggir sungai.

Baca juga:  Nelayan Asal Desa Bungkulan Hilang Saat Melaut, Tim Gabungan Sisir Perairan Pantai Utara

“Termasuk di China yaitu di Sungai Yangtze dan Sungai Kuning, dialog antara peradaban-peradaban besar di tepi sungai sangat penting bukan hanya pada masa lalu tapi lebih lagi pada masa kini untuk menghubungkan kota-kota besar di dunia,” kata Han Liming.

Diketahui sejak 29 Juni 2012 dalam sidang ke-36 Komite Warisan Dunia UNESCO di Saint Peterburg, Rusia, pengusulan Subak sebagai Warisan Budaya Dunia telah disetujui dan ditetapkan oleh UNESCO.

Sesuai dengan pengajuannya, Subak di Bali yang memiliki luas sekitar 20.000 hektare terdiri atas subak yang berada di lima kabupaten, yaitu kabupaten Bangli, Gianyar, Badung, Buleleng dan Tabanan. (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *