DENPASAR, BALIPOST.com – Kampanye di media sosial (medsos) yang bermuatan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) serta yang mengandung ujaran kebencian itu berpotensi melahirkan konflik di masyarakat.
Ketua Badan Pengawas Pemilu Provinsi Bali I Putu Agus Tirta Suguna mengatakan, lemahnya regulasi yang dapat menjerat para aktor pelaku pembuat dan penyebar kampanye bermuatan SARA, hoaks dan ujaran kebencian di media sosial, menyebabkan sulitnya praktek ini dihilangkan.
“Kampanye bermuatan ujaran kebencian yang paling banyak terjadi pada kampanye di media sosial yaitu sebesar 50 persen,” ujar Suguna, dikutip dari kantor berita Antara, Minggu (26/11).
Oleh karena itu, perlu adanya kolaborasi banyak pihak untuk membentuk satuan tugas (satgas) yang terdiri dari Kemenkominfo, platform media sosial, penyelenggara pemilu dan komunitas masyarakat yang bertujuan melawan penggunaan SARA, hoaks dan ujaran kebencian di media sosial.
Suguna juga mengimbau partai politik dan peserta Pemilu 2024 di Bali untuk menjaga Bali tetap kondusif. Tahapan kampanye Pemilu 2024 akan berlangsung selama 75 hari sejak mulai dari 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.
Selanjutnya terkait kampanye di tempat pendidikan, peserta pemilu dilarang untuk menggunakan atribut parpol dan kampanye. Selain itu kegiatan kampanye di kampus hanya boleh pada saat hari libur. “Kampanye di kampus itu tidak boleh membawa atribut apapun, dan harus dilakukan pada hari libur agar tidak mengganggu proses belajar,” kata Suguna.
Sebelumnya, Kepala Badan Intelijen Nasional Daerah Bali Brigjen Pol Hadi Purnomo menyampaikan secara umum tahapan Pemilu 2024 di wilayah Bali hingga saat ini berjalan aman dan lancar. (Kmb/Balipost)