JAKARTA, BALIPOST.com – Firli Bahuri, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, mengakui dirinya sedang batuk berat saat menjalani pemeriksaan yang keempat kalinya di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (6/12).
“Hari ini saya datang kembali ke Mabes Polri untuk dimintai keterangan tambahan. Walaupun saya terkena batuk berat, tapi datang,” kata Firli dalam keterangannya yang dibagikan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Rabu.
Firli menyebut dirinya sudah tiga kali dimintai keterangan di tahap penyidikan, yaitu tanggal 24 Oktober, 16 November dan 1 Desember 2023.
Dari tiga kali pemeriksaan tersebut, dua kali pemeriksaan dengan status sebagai saksi, dan satu kali sebagai tersangka.
Firli tiba lebih awal dari jadwal pemeriksaan tambahan sebagai tersangka, yakni tiba pukul 09.12 WIB. Pemeriksaan terhadap dirinya dijadwalkan pukul 10.00 WIB.
Saat tiba, Firli lewat melalui pintu lobby Bareskrim Polri tempat biasa wartawan biasa menunggu narasumber. Tidak seperti tiga pemeriksaan sebelumnya lewat akses yang tidak terdeteksi oleh wartawan.
Saat tiba, purnawirawan Polri berpangkat komisaris jenderal menggunakan masker, dan tidak memberikan tanggapan kepada wartawan.
Setelah lima jam proses pemeriksaan berjalan, keterangan tertulis dari Firli Bahuri dibagikan ke sejumlah wartawan yang meliput di Bareskrim
Selain menjelaskan dirinya hadir memenuhi panggilan penyidik sebagai wujud dirinya menjunjung tinggi supremasi hukum.
Firli juga menjelaskan alasannya menggunakan masker. “Walau saya menggunakan masker untuk menjaga dan melindungi kesehatan bersama,” ujar Firli.
Tim penasihat hukum Firli Bahuri mengatakan kliennya kooperatif dalam memberikan keterangan kepada penyidik.
“Mengikuti semua mulai dari pemeriksaan tanggal 24 November kemarin sampai hari ini kami ikuti sudah empat kali ya, Pak Firli sangat kooperatif dan menghargai proses hukumnya,” kata Ian Iskandar, tim penasihat hukum Firli Bahuri.
Firli Bahuri (FB) ditetapkan sebagai tersangka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya pada sekira tahun 2020 sampai 2023. (Kmb/Balipost)