I Nyoman Sucipta. (BP/Istimewa)

Oleh I Nyoman Sucipta

Para ahli dan para peneliti membuat suatu terobosan baru untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian dengan mengintegrasi pertanian dengan perkembangan teknologi serta penerapan otomasi disebut sebagai  revolusi pertanian 4.0 dapat dimanfaatkan untuk melipatkan gandakan hasil produksi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan. Pengembangan pertanian 4.0 juga telah berdampak pada penurunan penggunaan lahan, namun tetap memberikan produktivitas yang tinggi.

Seperti yang terjadi di Amerika Serikat; penggunaan lahan turun hingga 41 persen, penggunaan air irigasi juga turun hingga 46 persen, emisi gas rumah kaca menurun 31 persen, dan erosi tanah (ton kehilangan tanah per hektar) menurun sebesar 58 persen. Hal ini mengisyaratkan urgensi pengembangan agribisnis 4.0, khususnya Indonesia yang laju pertumbuhannya relatif tinggi yaitu 2,15 persen per tahun.

Pendekatan ergonomi pertanian dalam upaya meningkatkan kualitas hidup petani yang ujungnya kesejahteraan masyarakat dengan sasaran pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, penyediaan lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan. Pendekatan ergonomi pertanian dapat dilakukan dengan peningkatan kemampuan petani dan penguatan lembaga pendukungnya; pengamanan ketahanan pangan, peningkatan produktivitas, produksi, daya saing dan nilai tambah produk pertanian untuk diversifikasi usaha. Peningkatan produktivitas, di mana perbaikan ini bisa dilakukan dengan cara pembaharuan transfer teknologi pertanian yang memadai. Kemajuan teknologi pada kenyataannya mampu meningkatkan produktivitas.

Pertanian merupakan tulang punggung bagi sebagian besar negara di Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Pertanian merupakan mata pencaharian dan gantungan hidup tidak kurang dari 50% penduduk Asia. Populasi Asia adalah 2/3 dari total populasi dunia dengan pertumbuhan yang masih relatif tinggi positif (rata-rata Asia = 1.8%/tahun, Indonesia = 1.45%/tahun).

Baca juga:  Berdayakan Pertanian, Anggaran Harus Ditingkatkan

Sementara itu pertumbuhan produksi pangan di kebanyakan negara Asia (termasuk Indonesia) cenderung stagnan. Oleh karena itu, produktivitas sektor pertanian harus terus ditingkatkan guna mengejar kebutuhan yang terus meningkat. Di samping masalah pangan, permasalahan krisis energi, degradasi lingkungan dan kemiskinan semakin mengemuka akhir-akhir ini, baik di tanah air maupun di banyak negara lainnya di dunia, berimplikasi terhadap semakin pentingnya pengembangan sektor pertanian dalam perekonomian maupun pembangunan, di masa kini maupun masa yang akan datang.

Memasuki milenium ketiga ini, sektor pertanian akan menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks dan dinamis. Menghadapi era pasar bebas dewasa ini, kita dihadapkan pada era boderless world di mana persaingan global akan semakin ketat dan terbuka. Produktivitas, kualitas serta kontinuitas proses produksi dan distribusi menjadi suatu keharusan agar sektor pertanian dapat bersaing secara cerdas dengan negara-negara lain di dunia, dan untuk itu, maka teknologi dan manajemen adalah kata kuncinya. Perkembangan pesat di bidang teknologi dan ekonomi di banyak negara di dunia dewasa ini berdampak sangat luas terhadap perkembangan dunia pertanian.

Baca juga:  Modernisasi Pertanian Mewujudkan Visi Indonesia 2045

Ironisnya, tidak sedikit upaya-upaya transfer teknologi tersebut yang berakhir dengan kegagalan, terutama yang berkaitan dengan alat atau mesin pertanian. Introduksi berbagai jenis alat dan mesin serta teknologi lainnya di dunia pertanian telah memberi kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas.

Walupun demikian, perubahan atau modernisasi teknologi apabila tidak disertai dengan perencanaan dan pendekatan yang tepat justru dapat menimbulkan resiko baru yang kontra produktif, seperti misalnya resiko kecelakaan akibat pengunaan alat dan mesin pertanian, risiko kesehatan karena penggunaan material ataupun input produksi tertentu, perubahan ataupun destabilisasi ekosistem, degradasi lingkungan, dll.

Secara umum dapat didefinisikan bahwa suatu agro system yang efektif harus dibangun atas empat sub-sistem, yaitu: on-farm, off-farm, processing industry dan suporting industry. Keberhasilan ataupun produktivitas suatu agro system sangat ditentukan oleh kelima faktor penggeraknya, faktor Manusia, faktor fisik (teknis), faktor hayati, faktor alam (bio-fisik), dan faktor Sosial. Banyak hal yang dapat dilakukan melalui intervensi ergonomi guna memperbaiki kinerja suatu sistem pertanian (agro system), khususnya di Indonesia. Salah satu masalah paling fundamental untuk memperbaiki kinerja pertanian di Indonesia adalah transfer teknologi, dan setiap masalah yang berkaitan dengan transfer teknologi berarti mempunyai implikasi ergonomi.

Sebagian besar teknologi baru (khususnya yang berkaitan dengan alat dan mesin) yang diaplikasikan di Indonesia umumnya berasal dari negara lain (negara maju), di mana kondisinya sedikit sekali yang sesuai dengan kondisi negara kita, baik dari segi anthropometri, biomekanik, iklim serta kebiasaan dan budaya kerja. Desain suatu alat yang dibuat di suatu negara umumnya menggunakan parameter-parameter desain yang sesuai dengan negara yang bersangkutan. Ketidak-cocokan antara alat/mesin terhadap penggunanya boleh jadi berimplikasi minor (tidak nyaman, misalnya), tetapi tidak jarang pula dapat berimplikasi serius (kecelakaan ataupun cidera). Faktor fisik/teknis: (alat, mesin, input produksi, bangunan, dll). Faktor alam/bio-fisik (lahan, air, udara) Faktor sosial (edukasi, kultur, ekonomi, politik, dll). Faktor Manusia (fisik, fisiologis, psikologis, organisasi, dll) Faktor hayati (flora & fauna).

Baca juga:  Masa Depan Ahok sebagai Subjek Politik

Secara umum, beberapa macam intervensi ergonomi yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan teknologi di bidang pertanian adalah: machine and equipment design (micro ergonomic), work organizational and work place design (macro ergonomic), technical and skill improvement training (time & motion),work health, safety training dan implementation (psycho-physiology of work). Intervensi ergonomi di bidang pertanian relatif masih baru dan sedikit dibandingkan dengan di bidang industri. Oleh karena itu, peran dan intervensi ergonomi yang lebih luas masih sangat dibutuhkan guna meningkatkan efisiensi dan produktivitas di sektor pertanian.

Penulis, Guru Besar Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *