Oleh John de Santo
Hari Menanam Pohon Indonesia (HPMI) diperingati setiap tahun pada tanggal 28 November. Dilansir dari situs Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) penetapan HPMI merujuk pada Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2008. Surat keputusan itu, ditandatangani Presiden RI Susilo Bambang Yodhoyono (SBY), sekaligus disepakati Bulan Menanam Nasional (BMN) pada bulan Desember.
Peringatan HMPI bermaksud memberikan kesadaran dan kepedulian kepada masyarakat tentang pentingnya pemulihan kerusakan sumber daya hutan dan lahan melalui penanaman pohon. Bagaimanakah kita memaknai hari ini?
Selama berabad-abad, di seluruh penjuru dunia, manusia memandang pohon seperti cerminan dirinya. Hubungan antara keduanya, mewujud dalam berbagai ragam bentuk. Dr. Nalini Nadkarni, dalam bukunya “Between Earth and Sky: Our Intimate Connections to Trees,” (2009) menerangkan bagaimana pohon memenuhi kebutuhan manusia pada setiap tahap pengalamannya.
Hubungan kita yang erat dengan pohon, mungkin sebagiannya, bertolak dari fakta bahwa pohon dan manusia memiliki ciri fisik yang sama. Keduanya tegak berdiri, memiliki mahkota di puncak, dan anggota tubuh yang keluar dari batang tubuh. Pola cabang turbula (bronchi) di paru-paru manusia juga menyerupai sistem akar pohon.
Pada tingkat fisik, pohon menyediakan oksigen, makanan, dan kepentingan material lainnya, seperti kertas dan bahan bangunan. Pohon juga memberi keamanan fisik dalam bentuk tempat tinggal, pemecah angin, dan peneduh. Manusia cenderung senang terhadap pemandangan dengan pepohonan atau hutan. Sebuah kajian menunjukkan bahwa, di bidang pemasaran real-estate, pepohonan hijau meningkatkan nilai properti sebesar 15 persen.
Pohon berperan penting dalam konteks kebutuhan bermain dan rekreasi. Kita menggunakan kayu dari pepohonan untuk menciptakan berbagai alat musik, juga untuk membangun perahu dan sampan. Kita melakukan tamasya di bawah keteduhan pohon dan bertualang di tengah hutan. Sebagian besar destinasi wisata di seluruh dunia adalah panorama dengan hutan.
Pada tingkat rohani, pohon membantu kita menjadi lebih sadar tentang hubungan kita dengan sesuatu yang lebih besar dari kita. Dalam banyak mitologi, pohon digambarkan sebagai tempat hunian bagi roh. Pohon mengajari manusia untuk lebih waspada dan lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
Kita juga mendatangi pohon untuk mencari kesembuhan, tidak hanya dalam pengertian medis, tetapi juga untuk kesembuhan spiritual, hiburan, dan ketenangan. Kita juga menemukan pohon di dalam taman-taman terapis dan makam dan paham mengapa ada orang yang memberi wasiat kepada keluarga untuk menebar abu jenazahnya di bawah pohon atau hutan kesayangannya.
Dalam bidang seni, hutan dan pohon menginspirasi berbagai karya literatur, seni, dan arsitektur. Dalam bidang literatur, misalnya Henry David Thoureau (1817-862) seorang filsuf dan naturalis Amerika menulis tentang “living spirit of the tree”. Sementara penyair Joyce Kilmer (1886-1918) mengatakan bahwa dia “tidak pernah berjumpa dengan sebuah sajak seindah sebatang pohon”
Motif pohon juga lazim digunakan dalam berbagai bentuk untuk mewakili harmoni, persatuan, dan hubungan antara langit dan bumi; masa lampau dan masa sekarang; kematian dan kelahiran. Simbol itu mengambil berbagai ragam bentuk tetapi unsur-unsur dasarnya tetap mencakup akar, batang, dedaunan, kembang atau buah. Di dalam tradisi Yahudi dan Kristen, pohon kehidupan seringkali dipakai untuk menggambarkan siklus hidup, kematian dan kelahiran. Kita juga menggunakan “pohon keluarga” untuk menggambarkan hubungan di dalam sebuah kelompok keluarga.
Dalam bidang arsitektur, kita menemukan berbagai komponen bangunan yang diinspirasi oleh pohon. Tiang-tiang bangunan mewakili batang pohon; juga bagian-bagian lain mewakili carang, ranting, dan daun. Arsitek yang membangun museum Afandi di Yogyakarta, menggunakan atap dengan model daun pisang.
Seringkali pohon ditanam untuk memperingati peristiwa tertentu. Hal ini lazim dilakukan dalam rangka peresmian atau kunjungan pejabat. Tidak hanya itu, kelompok masyarakat tertentu menandai kelahiran bayi dengan menanam pohon. Pohon juga dipakai sebagai monumen, seperti Survivor Tree di Oklahoma City National Memorial Park yang berfungsi sebagai saksi tragedi Oklahoma dan simbol kekuatan.
Pohon juga digunakan untuk menandai kematian seseorang. Ada yang menanam pohon kenangan itu di halaman belakang rumah atau di lahan pemakaman, tapi ada juga yang menanamnya di hutan sebagai cara menghomati kecintaan almarhum atau almarhuma terhadap kegiatan di alam terbuka. Di seluruh negara bagian AS ada kegiatan penanam pohon melalui program kenangan American Forest’s Gift of Trees sebagai cara untuk menghormati mereka yang sudah meninggal dunia.
Bahkan ada juga orang memilih dikuburkan di bawah pohon atau menginginkan abu jenazahnya ditaruh di dalam wadah dengan benih pohon tertentu yang dihrapkan akan tumbuh.
Kadang-kadang pengalaman dan rasa sayang yang mendalam seseorang terhadap pohon, menginspirasinya untuk melakukan tindakan advokasi terhadap lingkungan hidup. Ambil saja contoh kasus Julia Butterfly Hill. Pada tahun 1997, Julia menghabiskan dua tahun hidup dengan bertengger di dahan-dahan sebuah pohon redwood yang berusia 1000 tahun. Ia nekat melakukan tindakan untuk menarik perhatian dunia tehadap tindakan penebangan terhadap pohon-pohon berusia tua.
Hutan hujan tropis Indonesia, sebagaimana kita ketahui, adalah bagian penting dari ekosistem dunia. Ia berperan dalam mempertahankan iklim dunia. Terdapat sejumah alasan mengapa penting untuk menanam pohon dan melindungi hutan kita. Diperkarakan Indonesia merupakan rumah bagi 10-15% dari semua spesies tumbuhan, hewan mamalia, dan burung. Melindungi kekayaan keberagaman hayati ini penting untuk mempertahankan keseimbangan ekologis dan pelestarian sumber daya genetik bagi generasi mendatang.
Tidak hanya itu, hutan hujan tropis kita memainkan peran vital dalam mengatur iklim bumi, misalnya dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfir dan membantu mengurangi perubahan iklim. Sebaliknya, penggundulan hutan tropis akan meningkatkan emisi karbon, dan berkontribusi tehadap pemanasan global dan instabilitas iklim dan ancaman bencana seperti banjir dan tanah longsor.
Penulis, pengasuh Rumah Belajar Bhinneka dan pemerhati lingkungan hidup