Bram Sarjana. (BP/Istimewa)

Oleh I Made Bram Sarjana

Perekonomian Provinsi Bali pada tahun 2022 telah menunjukkan sinyal pemulihan setelah dua tahun terpuruk akibat pandemi. Pada tahun 2022 perekonomian Bali tumbuh positif pada level 4,84 persen.

Kondisi ini telah jauh berbeda bila dibandingkan dengan tahun 2020-2021. Kala itu pertumbuhan ekonomi Bali dan seluruh kabupaten/kota di Bali tumbuh negatif. Pertumbuhan ekonomi Bali pada tahun 2020 terkontraksi dalam yaitu -9,34 persen. Pada tahun 2021,
sinyal perbaikan mulai terlihat walau pertumbuhan ekonomi Bali masih terkontraksi pada level -2,46 persen.

Berdasarkan data BPS Provinsi Bali hingga triwulan III tahun 2023 bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022 (year on year), perekonomian Bali
tumbuh positif 5,35 persen. Bank Indonesia memperkirakan hingga akhir tahun 2023 pertumbuhan ekonomi Bali akan berada pada kisaran 5 persen. Pertumbuhan yang positif itu sebagian besar masih
ditopang oleh lapangan usaha penyediaan usaha akomodasi dan makan minum.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa struktur perekonomian Provinsi Bali masih sangat didominasi oleh industri jasa pariwisata dan sektor yang terkait. Struktur ekonomi Bali yang masih dominan ditopang industri pariwisata menunjukkan bahwa agenda
transformasi ekonomi dari yang sebelumnya amat bertumpu pada pariwisata menjadi bertumpu pada berbagai sektor ekonomi lain bukan sesuatu yang mudah.

Baca juga:  Mencari "Power Supply" Bahasa Bali

Selanjutnya melihat prospek perekonomian Bali pada tahun 2024, terdapat berbagai faktor resiko dan ketidakpastian di lingkungan eksternal yang menjadi tantangan karena dapat berimbas pula terhadap
perekonomian Bali. Tahun 2024 merupakan tahun politik, karena Indonesia akan pertama kalinya melaksanakan pemilihan umum serentak untuk memilih presiden-wakil presiden, kepala daerah, anggota legislatif di pusat dan daerah, serta anggota Dewan
Perwakilan Daerah.

Sepanjang satu tahun tersebut praktis konsentrasi pemerintah akan tercurah pada agenda pemilu. Transisi kekuasaaan juga berlangsung cukup lama, hingga tahun 2025. Panjangnya masa transisi kekuasan akan membuat investor kemungkinan akan wait and see, menunda investasinya hingga kondisi diyakini stabil.

Baca juga:  Korban Jiwa COVID-19 di Bali: Dua Zona Merah dan Dua Orange Catat Tambahan Kasus

Padahal investasi jelas diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, selain didorong oleh konsumsi domestik. Faktor lain adalah ketegangan geopolitik di Eropa Timur yaitu Perang Rusia-Ukraina yang belum juga berakhir. Perang ini mengakibatkan terjadi krisis
energi di Eropa hingga terganggunya rantai pasok bahan pangan dunia.

Ketegangan lainnya adalah perang Israel-Palestina. Isu
Israel ini telah pernah berdampak terhadap Bali, yaitu batalnya perhelatan Piala Dunia U-17 di Bali. Perubahan iklim global juga menjadi faktor yang perlu diperhitungkan sebagai salah satu pemicu risiko dan ketidakpastian tahun 2024.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
memprediksi fenomena El Nino pada level moderat masih akan terus bertahan dan berakhir pada bulan Februari-Maret 2024. Fenomena El Nino berkepanjangan yang mengakibatkan kemarau panjang pada tahun 2023 dapat mengganggu produksi pangan.

Tantangan lain yang turut membayangi adalah lonjakan Covid-19 di Singapura, Malaysia dan Filipina serta temuan kasus-kasus baru pada sejumlah daerah di
Indonesia. Pemerintah dalam Anggaran Pendapa-
tan dan Belanja Negara (APBN) 2024 memasang target optimis, dengan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kisaran 5,2 persen dan inflasi
pada kisaran 2,8 persen.

Baca juga:  Dua Hari Nihil, Korban Jiwa COVID-19 Dilaporkan Bali

Demikian pula Asian Development Bank (ADB) dalam
Asian Economic Outlook September 2023 memproyeksikan besaran pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2024 juga pada kisaran 5 persen. Bercermin dari keterpurukan akibat pandemi serta tantangan terkini, maka di tengah optimisme dan sinyal pemulihan ekonomi, kebijakan pembangunan yang
ditempuh tetap perlu dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.

Kehatian-kehatian ini menjadi penting mengingat pemulihan ekonomi Bali masih berada pada tahap awal. Untuk itu dukungan data dan hasil kajian ilmiah menjadi input yang penting dimanfaatkan untuk memperkuat fondasi kebijakan. Dengan memperhatikan berbagai tantangan yang ada, maka kebijakan pembangunan yang ditempuh diharapkan dapat mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi Bali pada tahun 2024.

Penulis adalah Analis Kebijakan pada Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kabupaten Badung

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *