MANGUPURA, BALIPOST.com – Mewujudkan Bali sebagai destinasi yang berkualitas dan berkelanjutan masih jauh dari harapan. Hal ini terjadi karena terdapat masalah substansi yang secara turun temurun tidak ujung terselesaikan. Demikian salah satu kesimpulan Leader Talks sebagai bentuk “Refleksi, Kohesi dan Resolusi” belum lama ini di Sibang, Badung. Kegiatan yang diinisiasi Rumah Inspirasi dengan tokoh pariwisata ini juga sebagai upaya membentuk forum yang diusulkan bernama Forum Bali Jengah.
Narasumber dalam acara tersebut, Dr. Yoga Iswara membeberkan, ada tiga tantangan terbesar Bali di mata dunia yang menjadi diskusi hangat pada acara Leader Talk yaitu kemacetan, kenyamanan tiba di Bali saat di Bandara, dan masalah sampah. Kenyataannya hingga saat ini pembangunan fasilitas pendukung pariwisata berkelanjutan sangat minim dan sifatnya sporadis.
Ia bahkan menilai pembangunan fasilitas pendukung tidak terencana dengan baik yang seharusnya mengacu pada kondisi terkini terkait equilibrium supply demand yang ada, bkan hanya karena Bali akan menjadi tuan rumah perhelatan akbar. Sehingga belum menyentuh permasalahan secara total, substantial dan kritikal.
Padahal kontribusi devisa pariwisata Bali pada 2019 menyentuh Rp 75 trilliun, dihitung dari pencapaian total nasional yaitu Rp 270 trilliun, sehingga kontribusi Bali mencapai 29 persen. Forum Bali Jengah menyatakan bahwa kondisi ini memperlihatkan nasib Bali tidak seindah kontribusinya.
Citra Bali yang molek semakin memudar, tidak seindah gambaran pada lukisan Rudolf Bonnet, Arie Smith dan Walter Spies yang memperkuat citra Bali melalui goresan kanvas mereka sejak 1927. Forum Bali Jengah juga menggarisbawahi bahwa kondisi Bali saat ini sedang tidak baik baik saja, walaupun Bali bertahan sebagai destinasi dunia terbaik versi Traveler Choice 2023.
“Namun pencapaian yang terpenting adalah bukan sekedar lebih baik dari daerah atau negara lain semata, tetapi juga membandingkan Bali dengan kondisi Bali sebelumnya, apakah terkait alih fungsi lahan, ketersediaan air bersih, penanganan sampah, kemacetan, degradasi budaya, dan masalah lainnya,” bebernya.
Aturan terkait kontribusi wisatawan sebesar Rp 150.000 yang akan diberlakukan pada 14 Februari 2023, bisa menjadi salah satu solusi untuk melakukan recovery pada masalah Bali. Namun sayangnya hingga saat ini belum ada kepastian terkait teknis pungutan, sistem yang akan digunakan, apakah sudah teruji, bagaimana dengan metode pembayaran, dan kapan akan disosialisasikan.
Hal ini penting dipersiapkan dengan matang untuk memastikan proses tersebut berjalan lancar, aman dan terukur, sehingga dapat menjaga kepercayaan dari wisatawan. Di sisi lain, Forum Bali Jengah juga mengingatkan seluruh stakeholder pariwisata untuk berkomitmen dan aktif tidak saja berfokus pada pencapaian profit, namun juga bersama-sama menjaga keberlangsungan destinasi Bali pada aspek alam, budaya, dan masyarakat Bali.
Sementara itu, Co-founder Rumah Inspirasi sekaligus narasumber pada acara tersebut Prof. Nengah Dasi Astawa mengatakan, Forum Bali Jengah juga menyoroti terkait aturan Air Bawah tanah (ABT) yang saat ini sedang berada di area abu-abu. Banyak stakeholder yang mengeluhkan karena perpanjangan izin ABT tidak bisa dilaksanakan sebab akan ada aturan yang terbaru. Di sisi lain, izin yang sudah expired ini bisa menjadi ruang serta kesempatan bagi oknum tertentu untuk menindak dan mempersulit para pengusaha di Bali.
Ia juga mengingatkan bahwa masalah publik terbukti tidak bisa diselesaikan dengan “hit and run” , namun butuh komitmen, konsistensi dan kontinuitas. Jika sudah terbentuk sistem evaluasi dan monitoring yang konsisten serta terstruktur menjadi keharusan dalam mengantisipasi hal – hal yang bersifat unpredictable, baik yang diakibatkan oleh alam, manusia atau akibat faktor lainnya. (Citta Maya/balipost)