Oleh John de Santo
Bagi generasi baby-boomer seperti penulis, membayangkan kehidupan tanpa internet itu mudah, karena generasi ini pernah mengalami masa, ketika jaringan internet belum ada. Sementara bagi Generasi Z yang juga dikenal sebagai “native digital” yang lahir antara 1995-2010, hidup tanpa internet itu sulit dibayangkan.
Tak ada dalam imajinasi mereka, bagaimana seorang ibu rutin menulis surat, menempelkan perangko pada amplop surat, dan mengantarkannya ke kantor pos terdekat, sekedar untuk memberitahu anaknya di rantauan, bahwa ayah dan ibu sedang baik-baik saja, dan sudah merindukan kepulangannya.
Hemat penulis, tak ada salahnya membayangkan situasi tanpa internet, terutama ketika kita sedang menghadapi isu belakangan ini, tentang kemungkinan kiamat internet akibat badai matahari, benda asing yang menghantam bumi atau penyebab potensial lainnya. Hemat penulis, paling tidak ada 6 aspek penyesuaian yang perlu kita pertimbangkan dalam rangka mengantisipasi kehidupan tanpa internet.
Pertama, cara berkomunikasi. Tanpa akses internet, cara bekomunikasi kita membutuhkan tingkat adaptasi yang tinggi. Telepon rumah kembali difungsikan, demikian pula tempat-tempat telpon umum yang menggunakan koin.
Kantor pos kembali ramai dikunjungi pelanggan yang menggunakan jasa pengiriman surat atau uang melalui wesel. Layanan telegram kembali sibuk dan papan-papan pengumuman di setiap RT atau RW dipulihkan manfaatnya. Kedua, perolehan informasi dan hiburan. Dengan tiadanya internet, akses terhadap informasi dan
hiburan membutuhkan strategi lain.
Orang kembali mengoleksi buku dan membangun
perpustakaan pribadi, surat kabar dan majalah menjadi sumber pengetahuan dan hiburan. Ketiga, melakukan transaksi keuangan.
Hidup tanpa akses internet mungkin butuh penyesuaian dalam hal pengelolaan transaksi keuangan. Pemanfaatan bank-bank cabang menjadi penting untuk menabung dan menarik tabungan. Cara ini mengandaikan instalasi pembayaran otomatis melalui pos atau pertemuan langsung dengan penyedia layanan.
Keempat, mengatur pekerjaan dan pendidikan. Bagi mereka yang bekerja atau belajar dari rumah, hidup tanpa internet menuntut solusi alternatif. Ini mengandaikan orang bekerja atau belajar di kantor atau lembaga pendidikan nyata. Penting juga memanfaatkan peralatan offline seperti buku-buku teks, bahan cetakan
dan dokumen-dokumen fisik. Semua itu diperlukan untuk menyelesaikan tugas kantor atau tugas belajar.
Kelima, mencari sumber daya. Tak adanya kegiatan belanja dan layanan online artinya, sumber-sumber lokal
menjadi andalan. Orang mengunjungi berbagai toko kelontong, pasar tradisional, atau pasar kaget, bahkan
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan, sebagai alternatif untuk mencari sumber daya.
Membangun hubungan di tengah masyarakat setempat dapat memberikan dukungan dan akses terhadap berbagai sumber daya yang diperlukan itu. Keenam, mempertahankan kesejahteraan pribadi. Hidup tanpa internet dapat berdampak terhadap kesejahteraan mental karena berkurangnya akses terhadap informasi dan hubungan sosial secara virtual.
Kesimpulan meskipun hidup tanpa internet dapat menghadirkan banyak tantangan di dunia yang saling terkoneksi ini, kiranya mungkin bagi manusia yang berakal budi untuk beradaptasi dengan situasi tersebut.
Internet memang telah menjadi bagian integral dari kehidupan kita sehari-hari. Ia merevolusi cara kita berkomunikasi, bekerja, belajar dan mengakses informasi dan pengetahuan.
Ia juga telah mengubah berbagai sektor seperti bisnis, pendidikan, perawatan kesehatan, hiburan, dll. Akan tetapi, meskipun membawa dampak besar dan pemanfaatan yang luas, tetap saja mungkin bagi manusia untuk hidup tanpa internet.
Sebelum datangnya era internet, manusia mengandalkan alat-alat komunikasi tradisional seperti surat menyurat, panggilan telpon, dan interaksi langsung. Mencari informasi bisa dilakukan melalui kunjungan ke perpustakaan, dan membaca buku, atau jurnal.
Jadi, meskipun internet sudah mengakar dalam kehidupan kita dan menawarkan banyak manfaat dan keuntungan dalam arti komunikasi, akses informasi, produktivitas kerja, hiburan, dan pendidikan; masih mungkin bagi manusia untuk hidup tanpa peralatan itu.
Menurut sejarah, manusia mengandalkan berbagai sarana alternatif untuk berkomunikasi, memerperoleh informasi, melakukan pekerjaan, mencari sumber hiburan, membangun sistem pendididikan; semua itu sudah ia lakukan sebelum datangnya era internet.
Meskipun hidup tanpa internet mungkin memerlukan sejumlah penyesuaian dan kompromi di era digital ini, namun tetap mungkin bagi manusia untuk menghayati sebuah kehidupan yang utuh tanpa konektivitas yang intens dan terus menerus dengan internet.
Penulis, Pendidik dan Pengasuh Rumah Belajar Bhinneka.