A.A Ketut Jelantik, M.Pd. (BP/Istimewa)

Oleh A.A. Ketut Jelantik, M.Pd.

Hajatan besar bangsa, pesta demokrasi baik Pilpres maupun Pileg tinggal menghitung hari. Hingar bingar menyambut hajatan lima tahunan ini ikut mewarnai dinamika kehidupan masyarakat. Baliho, spanduk, bendera bukan saja menghiasi jalan protokol di perkotaan, namun juga desa-desa.

Meski euforianya tidak sedahsyat lima tahun lalu, namun antusiasme masyarakat untuk menyambut pesta demokrasi ini cukup tinggi. Namun sayang, di balik semaraknya pemasangan alat peraga kampanye tersebut, tawaran berupa ide atau gagasan dari para kandidat yang berkaitan dengan pembangunan bidang pendidikan masih sangat minim.

Apakah di mata para kandidat pendidikan di Indonesia dalam keadaan baik-baik saja? Sehingga sudah tak lagi bisa dijadikan isu “seksi” untuk menarik simpati para pemilih? Atau mungkinkah para kandidat secara substantif belum cukup paham kondisi pendidikan di Indonesia sehingga mereka belum percaya diri untuk membuka diskursus politik tentang pendidikan? Hanya para kandidat yang bisa menjawab.

Baca juga:  Soal "Surat Cinta" UGM, Ari Minta Hargai Perbedaan Perspektif Demokrasi

Kita meyakini para kandidat adalah orang pilihan. Bukan orang sembarangan. Mereka pasti memahami bahwa daya saing sebuah bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan bangsa tersebut.

Di sisi lain, kita dihadapkan pada berbagai problem besar yang menghambat pengembangan bidang pendidikan. Mulai dari layanan pendidikan berkualitas yang belum merata, kompetensi sumber daya manusia bidang pendidikan yang masih memprihatinkan, serta ketimpangan penyediaan sarana prasarana pendidikan antar wilayah bahkan antar daerah.

Karenanya, sebagai pemilih kita tentunya menunggu gagasan-gagasan yang lebih tajam dan substantive dari para kandidat yang diyakini akan mampu mempercepat proses transformasi pendidikan Indonesia menuju Indonesia emas tahun 2045.

Meski hasil PISA (Programme For International Students Assesment) 2022 secara peringkat Indonesia mengalami kenaikan 5 sampai 6 pada pembelajaran literasi, namun perlu dicatat secara skor kita mengalami penurunan dibandingkan pelaksanaan PISA tahun 2018 lalu. Capaian pada PISA ini mungkin salah satu indikator yang menunjukan jika siswa kita masih belum mampu bersaing di kancah internasional.

Baca juga:  Dinasti atau Demokrasi?

Kita masih perlu kerja keras untuk meningkatkan kemampuan literasi, numerasi dan sains para siswa di Indonesia. Hasil PISA ini juga sekaligus memberikan gambaran bagi kita bahwa bidang pendidikan di Indonesia tidak dalam kondisi baik-baik saja. Banyak hal yang masih perlu dipikirkan dan sekaligus untuk segera dicarikan solusinya.

Sebagian diantara kita mungkin sepakat bahwa layanan bidang pendidikan masih menghadapi sejumlah tantangan dan hambatan. Diantaranya belum semua wilayah khususnya di daerah terluar, terpencil, terdepan (3T) memiliki sarana prasarana pendidikan yang memadai, belum semua wilayah memiliki sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan yang kompeten dan profesional. Kondisi ini makin rigid dan komplek karena pada saat  yang bersamaan kita tidak bisa menghindar dari gempuran perubahan paradigmatis bidang pendidikan.

Baca juga:  Pers Diharapkan Berperan Aktif Berkontribusi Mendorong Demokrasi

Temuan baru bidang sains dan tehnologi bidang pendidikan makin massive. Robotic system, artificial intellegency ¸penemuan baru bidang komputer yang akan menggantikan manusia berkembang dengan sangat pesat. Kita seolah-olah dipaksa untuk berlari kencang untuk mampu mengimbangi perkembangan tersebut.

Di tahun politik ini kita  tentu berharap isu bidang pendidikan diangkat menjadi diskursus oleh para politisi. Wacana pengembangan bidang pendidikan yang lebih berkualitas harus secara sistematis dan terstruktur diangkat dan digaungkan. Rasionalitas ide dan gagasan harus diutamakan.

Yakinkan masyarakat melalui ide-ide yang substantive. Percayalah dibalik stigmatisasi sebagian masyarakat Indonesia memilih kandidat karena ikatan emosional, jumlah pemilih yang menggunakan rasionalitas akal sehat juga jangan dianggap enteng. Mampu meyakinkan pemilih rasional, maka dipastikan akan meningkatkan elektoral para kandidat. Salam.

Penulis, Pengawas Sekolah Dikpora Bangli, Fasilitator Sekolah Penggerak Kemendikbudristek

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *