TABANAN, BALIPOST.com – Sesuai janjinya yang minta waktu dua hari untuk memutuskan permohonan penangguhan penahanan Kadek Dwi Arnata alias Jero Dasaran Alit (JDA), Kasi Pidum Kejari Tabanan, Ngurah Wahyu Resta pada Rabu (10/1) menyampaikan keputusan Kejari Tabanan terhadap permohonan penangguhan penahanan JDA.
Dikatakannya, Kejari Tabanan tak bisa menerima permohonan penangguhan penahanan JDA yang disampaikan kuasa hukumnya Kadek Agus Mulyawan pada Senin (8/1). Keputusan ini, kata Wahyu, sudah sesuai pertimbangan. “Sudah kami pelajari dari penuntut umum, pada intinya tidak menerima atau menolak penangguhan atau peralihan jenis tahanan tersebut, jadi tetap tersangka ditahan di Lapas Tabanan,” ujarnya.
Ia pun membeberkan alasan dari Kejari Tabanan untuk tidak menerima permohonan penangguhan itu. Pertama, sesuai dengan Pasal 21 KUHP khawatir melarikan diri dan merusak barang bukti dan tersangka ada usaha usaha bertemu atau menemui korban.
Ia tak menampik bahwa berkaca dari pengalaman kepolisian, karena di penyidikan yang bersangkutan sempat tidak kooperatif atau berusaha keluar daerah tanpa izin menjadi satu catatan. Wahyu mengatakan pihaknya menghormati jika JDA lewat kuasa hukumnya menyatakan tidak mungkin kabur. Namun, ia mengaku pihak Kejari tidak mau mengambil risiko.
Sebelumnya, JDA akhirnya resmi menjadi tahanan Polres Tabanan pada 29 Desember sekitar pukul 13.30 WITA. Alasan penahanan menurut Kasat Reskrim Polres Tabanan AKP I Komang Agus Dharmayana saat itu karena tersangka tidak memenuhi kewajibannya untuk wajib lapor pada minggu lalu.
Tersangka sempat keluar provinsi tanpa seizin dan sepengetahuan penyidik, selain itu tersangka dianggap telah menghambat proses penyidikan terkait tahap II yang harus dilakukan pada 28 Desember ke JPU. Selain itu, tersangka dikhawatirkan melarikan diri.
Kadek Dwi Arnata dilaporkan seorang gadis berusia 22 tahun asal Buleleng terkait dugaan pelecehan seksual. Dwi ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal Polres Tabanan.
Saat itu, meski ditetapkan tersangka, JDA tidak ditahan karena ancaman hukuman sesuai pasal yang disangkakan paling lama empat tahun. JDA dalam kasus ini disangkakan melakukan perbuatan pelecehan terhadap tubuh yang mengakibatkan turunnya harkat dan martabat seorang Wanita sesuai Pasal 6 huruf a dalam Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Namun pada 23 November, JDA kembali diperiksa dan dijerat 3 pasal primer, yakni pasal 6 huruf c, UU 12/2022 dan pasal 285 dan 289 KUHP tentang pemerkosaan dan pencabulan dengan ancaman hukuman 12 tahun. (Puspawati/balipost)