MANGUPURA, BALIPOST.com – Pura Kereban Langit yang berada di Desa Adat Sading, Kecamatan Mengwi memiliki tempat malukat. Tak sedikit umat Hindu yang datang untuk malukat dan bersembahyang, terlebih saat hari-hari suci Hindu.
Pada bagian bawah sebelah selatan pura terdapat sebuah beji dengan 5 buah pancuran, air jernih berasal dari mata air alami. Sebelum memulai persembahyangan maka mereka yang pedek tangkil atau bersembahyang di areal utama pura, akan membersihkan diri dan menyucikan diri pada pancuran tersebut.
Selain itu, pura yang ada di tebing ini memiliki sebuah keunikan. Terutama saat melakukan mapuja Jero Mangku maupun sulinggih tidak menggunakan bajra atau genta. Hal ini pun tidak berani dilanggar oleh pangempon maupun krama desa adat dan masyarakat sekitar.
Bendesa Adat Sading, Ketut Sunarta mengatakan Pura Kereban Langit dalam awig-awig Desa Adat Sading termasuk dalam Pura Dang Kahyangan Desa Adat. Pura ini pun diempon oleh beberapa keluarga di Sading. Ada enam pura, termasuk Pura Dang Kahyangan, yakni Pura Dalem Dasar, lokasi di pasar, pura Keraban Langit, Pura Alas Arum, Pura Gede Batan Ancak, Pura Negari, dan Pura Dalem Kediri.
Menurutnya, adanya Pura Kereban Langit erat kaitannya dengan perjalanan Kebo Iwa. Hal ini diketahuinya dari cerita para panglingsir.
Bahkan di Pura tersebut terdapat bekas telapak kaki sang patih Kebo Iwa. Tapak kaki Kebo Iwa ada di pura, ada cekok di sana sehingga dijadikan tempat suci. Waktu itu belum seperti sekarang.
Ada kepercayaan yang dipegang teguh hingga saat ini. Saat mapuja Jero Mangku maupun sulinggih tidak lagi menggunakan bajra. Bahkan sulinggih pun saat mapuja tidak menggunakan bajra.
Hal ini lantaran dipercaya di Pura Kereban Langit sudah ada bajra. Hal ini pun masih dipercaya hingga saat ini. Sehingga Jero Mangku Pura Kereban Langit tidak pernah membawa bajra ke Pura. (Parwata/balipost)