DENPASAR, BALIPOST.com – Mantan Kajari Buleleng, terdakwa Fahrur Rozi, S.H., M.M., dinyatakan terbukti bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar yang diketuai I Nyoman Wiguna, Rabu (17/1).
Oleh hakim, terdakwa dihukum dengan pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan (3,5 tahun), serta denda Rp 6 miliar subsider tiga bulan kurungan.
Dalam kasus ini, terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 5 Ayat 2 Jo Pasal 5 Ayat 1 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan juga Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Atas putusan itu, terdakwa dan JPU diberikan kesempatan selama sepekan untuk menyikapi vonis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar tersebut. Memang, vonis hakim tersebut masih di bawah tuntutan jaksa.
Sebelumnya, mantan Kajari Buleleng yang disebut menerima hadiah berupa uang dari H. Suwanto dengan total sebesar Rp 46.064.401.795., itu dituntut pidana penjara selama lima tahun dan denda Rp 6 miliar, subsider enam bulan kurungan.
Selain itu, terdakwa Fahrur Rozi juga dinyatakan terbukti bersalah dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Rekannya, yang merupakan pengusaha buku, terdakwa Suwanto, lebih dahulu divonis. Dia dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua. Terdakwa pun melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor.
Suwanto oleh hakim dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Dalam kasus ini, yang menarik saat tuntutan JPU dari Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu, yang dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Nyoman Wiguna dengan hakim anggota Wayan Suarta dan Nelson, menguraikan sejumlah peristiwa yang dilakukan terdakwa Fahrur Rozi selaku Kajari Buleleng saat itu. Ternyata selain bertemu dengan Bupati Buleleng Agus Suradnyana (atas permintaan Suwanto) sebagaimana terungkap di persidangan, terdakwa juga memperkenalkan Suwanto pada Sekda Buleleng saat itu Dewa Ketut Puspaka dan Gede Suyasa selalu Kadisdik Buleleng ( Sekda Buleleng saat ini). Di satu sisi, terdakwa selaku kajari mengintervensi disdik dan juga kepala desa.
Selain melakukan pendekatan dengan sekda dan disdik, disebutkan juga melakukan semacam intervensi. Pada tahun 2017 terdakwa Fahrur Rozi memanggil dan menemui Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buleleng, Made Astika. Dia meminta Astika agar setiap sekolah pada jenjang SD dan SMP membeli buku-buku pelajaran terbitan CV. Aneka limu dan meminta agar Astika mengumpulkan para Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah pada jenjang SMP (MKKS) dan Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah pada jenjang SD (K3S) Kabupaten Buleleng untuk menemui terdakwa Fahrur Rozi di Kejaksaan Negeri Buleleng.
Kata JPU, Kasek SD dan SMP takut sama terdakwa selalu Kajari Buleleng, apalagi ada Kasek SMP diperiksa. Hal sama juga berlaku untuk kades se Buleleng. Kades juga mau, karena ada kades yang dijadikan tersangka dan bahkan diadili. Sehingga mereka mau beli buku seharga miliaran rupiah.
Di Buleleng, setidaknya ada 19 kepala desa yang sempat dipanggil dan dirapatkan di kantor Kajari Buleleng. (Miasa/Balipost)