JAKARTA, BALIPOST.com – Komisi Pemilihan Umum disarankan meminta fatwa Mahkamah Agung terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengenai pencoretan Irman Gusman dari daftar calon tetap DPD RI pada Pemilu 2024.
“Saya sudah bertanya pada ketua KPU, jika tidak melaksanakan putusan PTUN yang sudah dan berkekuatan hukum mengikat (inkrah), apakah itu masuk pembangkangan atau tidak? Semua pengadilan sama dan tidak boleh tafsir juga,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang dalam keterangannya di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (19/1).
Hal itu juga disampaikan Junimart pada rapat dengar pendapat dengan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Menurut Junimart, alasan KPU yang tidak menjalankan putusan PTUN Jakarta karena dianggap bertentangan dengan putusan MK Nomor 12/PUU-XXI/2023.
Junimart mengatakan, KPU sebaiknya meminta fatwa MA mengenai putusan PTUN sehingga nantinya KPU tidak disalahkan, tidak digugat, tidak diminta ganti rugi, bahkan dipidanakan. “Karena itu masalah hak seseorang,” tambahnya.
Dijelaskan juga kasus Irman Gusman berbeda dengan kasus Oesman Sapta sehingga tidak bisa dijadikan contoh untuk menjadi dasar alasan KPU tidak menjalankan putusan PTUN Jakarta.
“Apalagi ini PTUN sudah mengeluarkan perintah eksekusi putusan, tetapi KPU konon tidak mau menjalankan,” kata Junimart menegaskan.
Sementara itu, mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Maruarar Siahaan mengatakan jika KPU ragu-ragu atas sebuah keputusan hukum itu mengikat atau tidak, lembaga itu bisa meminta fatwa dari MA. “Apakah putusan PTUN itu mengikat KPU juga untuk melaksanakannya. Itu saran yang bagus dari Pak Junimart,” kata Maruarar.
Namun, kata dia, hal itu akan sangat tergantung pada KPU. “Seharusnya KPU bisa bersikap netral, tidak memiliki pandangan subjektif dalam menyikapi sebuah perkara,” imbuhnya. (Kmb/Balipost)