John de Santo. (BP/Istimewa)

Oleh John de Santo

Dalam webinar bertajuk “Mewujudkan Harmoni dalam Kebhinekaan: Masalah dan solusinya” yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Selasa (15/12/2020) , Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengisahkan pengalamannya mengenalkan Indonesia sebagai negara dengan prinsip pluralisme terbaik, dan terbesar di dunia kepada delegasi presiden Obama yang pernah mendatanginya pada tahun 2011.

“Ketika itu saya masih menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi” kata Mahfud, menanggapi tim Obama yang mempertanyakan, apakah di Indonesia
masih ada konstitusi yang berfungsi, mengingat pada waktu itu sedang terjadi sejumlah kerusuhan horisontal: ada gereja dibakar, warga Syiah danbAhmadiyah diusir dari kampung halaman mereka di Madura, demikian juga warga Bali dipaksa
pergi dari Lampung. Topik ini relevan sebagai titik refleksi bersama menjaleng Pemilu yang cenderung menceraiberaikan kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi pluralisme.

Mengapa? Menurut Mahfud yang saat ini menjadi cawapres Ganjar, dengan agak marah ia menjelaskan kepada anggota delegasi itu, bahwa Indonesia itu negara besar dengan 235 juta penduduk yang hidup menyebar di sekitar 17.508 pulau, dengan 1.360 suku bangsa dan 726 bahasa daerah. Kalaupun terjadi kerusuhan, itu ibarat riak-riak kecil yang terjadi di permukaan lautan luas.

Baca juga:  Tantangan Pendidikan Era Digital

Menurut Menkopolhukam ini, Indonesia adalah negara yang berdiri di atas janji suci untuk bersatu. Indonesia dibangun di atas kesepakatan bersama untuk bersatu dan bergandengan tangan dan bekerja sama menuju masa depan yang adil dan makmur. Oleh sebab itu, jika terjadi penindasan terhadap kelompok minoritas, yang mayoritas akan melindungi.

Jika terdapat anasir yang hen-dak memecah belah bangsa ini, semua elemen
masyarakat bersama pemerintah harus bangkit untuk melawan.

Sebuah Keajaiban

Sepertinya tak berlebihan untuk mengatakan bahwa Indonesia adalah sebuah keajaiban. Bagaimana orang dapat menjelaskan, sebuah negara yang begitu luas dan beragam suku bangsa, bahasa, agamanya, hidup berpencar di negara kepulauan yang luas ini, dapat bersatu sebagai suatu bangsa. Sebagaimana kita ketahui, perbedaan itu dapat sekaligus menjadi sumber daya yang menyatukan tetapi juga bisa menjadi alasan untuk terceraiberai.

Saat ini kita menyaksikan perang terbuka antara Rusia dan Ukraina disusul Israel dan Palestina dan yang terakhir ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan. Israel dan Palestina adalah dua bangsa yang sama-sama menghuni sebuah wilayah kecil, dengan kelompok etnis yang sulit kita bedakan.

Baca juga:  “Deep Purple” dan Promosi Pariwisata Indonesia

Dari dulu mereka berkonflik, darah penduduk sipil, terutama perempuan dan anak-anak dari kedua belah pihak, terus membanjari negeri gersang itu, dan seluruh dunia turut direpotkan dengan konflik mereka yang berlarut-larut.

Bila ingin membandingkan potensi konflik, negeri kita jauh lebih besar potensi konfliknya, kemungkinan untuk tercabik oleh perang saudara lebih besar di negara kita. Namun hal itu tidak terjadi. Kita memilih bersatu di bawah panji merah-putih. Dalam konteks ini, Mahfud MD mengatakan bahwa, Indonesia patut menjadi
laborotorium pluralisme terbesar di dunia.

Dunia perlu belajar bahwa, pluralisme di Indonesia mengacu kepada koeksistensi damai dari beragam agama, etnis, dan kelompok budaya di dalam negara yang juga dikenal sebagai Nusantara ini. Singkat kata, Indonesia dikenal karena keber-
agamannya, sebagaimana yang sudah disebut di awal.

Pluralisme Agama dan Budaya

Mayoritas penduduk Indonesia adalah kaum Muslim yang beragama Islam. Namun
demikian, negara juga mengakui lima agama resmi yakni: Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konfusianisme. Pengakuan ini mencerminkan komitmen pemerintah terhadap keberagaman agama dan toleransi. Selain agama, keberagaman budaya Indonesia tercermin juga dalam seni tradisional, kuliner, bahasa, dan adat istiadat.

Baca juga:  Bulfest Dibuka dengan Tampilan Tari Rangrang, Cermin Keberagaman di Buleleng

Setiap kelompok etnis berkontribusi terhadap warisan budaya bangsa melalui
praktik dan ekspresi khas masing-masing. Meskipun Indonesia memiliki sejarah panjang tentang pluraslisme, ia juga menghadapi berbagai tantangan dalam mempertahankan kerukunan di antara penduduknya. Berbagai isu menyangkut toleransi agama, pertikaian etnis, dan kesetaraan sosial, telah menguji
komitmen bangsa ini terhadap pluralisme.

Namun demikian, selalu ada upaya signifikan, baik di pihak pemerintah maupun di kalangan masyarakat sipil, untuk menghadapi pelbagai tantangan tersebut, misalnya melalui reformasi hukum, dialog antara agama, dan program-program sosial yang mempromosikan keterbukaan dan saling pengertian.

Jadi, pluralisme di Indonesia merupakan fenomena yang kompleks dan dinamis. Meski menghadapi berbagai tantangan, Indonesia terus menegakkan prinsip-prinsip pluralisme melalui berbagai macam kebijakan.

Penulis, Pendidik dan Pengasuh Rumah Belajar Bhinneka

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *