Mantan Rektor Unud saat membacakan pledoi secara pribadinya yang ditulis di Lapas Kerobokan saat sidang lanjutan, Selasa (30/1). (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Setelah dituntut pidana penjara selama enam tahun dalam kasus dugaan korupsi SPI mahasiswa baru seleksi Jalur Mandiri Universitas Udayana (Unud) Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2022, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara M.Eng., Selasa (30/1) diberikan kesempatan melakukan pledoi. Dalam pledoi yang ditulis tangan, Prof. Antara menilai JPU telah keliru dan gagal dalam mendakwakan kasus SPI.

Mantan Rektor Unud itu saat ini mengaku hancur. “Tidak saja kehilangan integritas, tapi juga kehilangan jabatan sebagai rektor dan terancam kehilangan status sebagai ASN karena didakwa yang tidak pernah saya lakukan,” ucap Prof. Antara di hadapan majelis hakim yang diketuai Agus Akhyudi dengan hakim anggota Gede Putra Astawa, Putu Sudariasih, Nelson dan Soebekti.

Di akhir pledoi pribadinya, Prof. Antara menyatakan siap untuk melakukan sumpah cor atau sumpah pemutus. “Dengan segenap keyakinan yang ada di diri saya, bhakti saya dengan leluhur, Ida Sesuhunan di seluruh Bali, serta Ida Shang Hyang Widhi Wasa, pada kesempatan ini saya nyatakan siap menjalani sumpah cor bahwa saya tidak pernah korupsi dana SPI Unud,” ucap Prof. Antara di depan persidangan.

Baca juga:  Kapolres Sebut Nihil Lakalantas Libatkan Pelajar

Lanjut dia di hadapan lima hakim serta JPU dari Kejati Bali, jika dirinya memang benar korupsi dana SPI Unud, biar dirinya dan keluarga yang menanggung karmanya. “Jika tidak, siapa saja yang telah membuat diri saya begini untuk berbalik menerima karmanya dengan keturunannya. Sebab saya meyakini hukum karma, hukum tabur tuai akan berjalan dengan pasti,” tandas Prof. Antara.

Dijelaskannya, bahwa SPI adalah sumber pendapatan perguruan tinggi yang sah. Dasar hukumnya, kata terdakwa, Permen Dikti No. 39 tahun 2017 yang kemudian diperbaharui Permendikbud No. 25 tahun 2020. Jadi, kata dia, SPI adalah kebijakan dari kemendikbud dan bukan kebijakan Kementerian Keuangan.

Baca juga:  Pembalap Ketut Budi Juara Piala Wali Kota

Dia juga menjelaskan bahwa SPI adalah kebijakan rektor sebelumnya yakni Prof Raka Sudewi, yakni periode 2017-2021 dan SPI Unud dimulai 2018. “Saya tidak ikut campur dalam menentukan besarnya SPI tiap program studi. Itu adalah tupoksi dari WD II dalam tiap fakultas bersama dengan BPKU, WR II dan Rektor Unud,” tandas Prof. Antara.

Ia menyebut JPU telah memutar fakta bahwa terdakwa dan bagian Akademik yang membuat SPI. Padahal, lanjut dia, SPI berasal dari Biro Perencanaan dan Keuangan yakni Wayan Antara yang diterima oleh Yusnantara terus ke Budiartawan lalu ke Putra Sastra dan diterima oleh Adi Panca.

Dijelaskan pula, bahwa dana SPI Unud bermanfaat untuk pembangunan sarana dan prasarana Unud. Prof. Antara menjelaskan ada 22 items pembangunan yang telah dilakukan seperti pembangunan gedung lantai IV Fakultas Kedokteran, Fakultas Mipa, Fak Pariwisata, FEB dll. Dilanjutkannya, bahwa total pendapatan SPI tahun 2018-2022 adalah Rp 335,8 miliar.

Baca juga:  Cuaca Ekstrem Landa Bali, Bandara Ngurah Rai Keluarkan Notam

Dana total pembangunan sarana prasarana 2018-2022 sekitar Rp 480 miliar. Dikatakan Prof. Antara, kendati semua dana SPI dipergunakan, masih ada kekurangan sekitar Rp 154 miliar.

Terdakwa Prof. Antara menyebut JPU gagal memahami penggunaan dana SPI hingga menyebut ada pengendapan dana di bank. Masih dalam pledoi yang ditulis tangan sebanyak 12 halaman itu, Prof. Antara juga menyatakan kerjasama dengan mitra bank adalah dilakukan secara profesional dan dilakukan rektor sebelumnya, Prof Sudewi.

Tujuannya memudahkan masyarakat membayar SPI. “Tidak ada keuntungan untuk pribadi saya, ” jelasnya.

Untuk mobil, digunakan untuk operasional. Jadi, Unud tidak perlu lagi keluar uang untuk beli mobil. Itu juga disebut kekeliruan jaksa, apalagi mobil itu menjadi milik negara. Pun soal Alphard, dibantah untuk kepentingan rektor dan keluarganya. (Miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *