I Kadek Satria, S.Ag., M.Pd.H. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Menjelang 25 hari perayaan hari raya Galungan, umat Hindu merayakan Rahina Tumpek Wariga sebagai bentuk memuliakan lingkungan. Sehingga, menjaga kawasan hulu untuk kelestarian alam lingkungan demi keberlangsungan hidup di Bali sangat penting dilakukan. Komitmen ini pun dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Bali di bawah kepemimpinan Gubernur Bali periode 2018-2023, Wayan Koster secara sakala-niskala.

Apalagi, pada tahun 2022 Wayan Koster mengeluarkan Instruksi Gubernur Bali Nomor 06 Tahun 2022 tentang Perayaan Rahina Tumpek Wariga dengan Upacara Wana Kerthi sebagai implementasi Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2022 tentang Tata-Titi Kehidupan Masyarakat Bali Berdasarkan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sad Kerthi Dalam Bali Era Baru.

Akademisi Unhi Denpasar, I Kadek Satria, S.Ag., M.Pd.H., mengatakan lahirnya Instruksi Gubernur Bali Nomor 06 Tahun 2022 tentang Perayaan Rahina Tumpek Wariga dengan Upacara Wana Kerthi ini didasari “sakit hati” Pemerintah Provinsi Bali melihat air bersih, peternakan, tanah/bumi di Bali bermasalah. Oleh karena itu, melalui instruksi ini bagaimana mengaplikasikan Tumpek Wariga untuk mengatasi permasalahan tersebut guna menjaga kelestarian alam lingkungan.

Baca juga:  Jelang Pilkada, Polri Gelar Operasi Cipkon

Sebab, alam lingkungan yang di dalamnya ada berbagai jenis rumbuh-tumbuhan sebagai penjaga eksosistem alam harus dijaga secara niskala dan sekala dari tingkat atas hingga masyarakat bawah. Tidak saja dirawat, namun juga diupacarai sebagai tradisi Hindu pada Rahina Tumpek Wariga.

“Tumpek Wariga sesungguhnya mendekatkan kita untuk melakukan ritual dengan mendoakan juga menuntut aksi nyata atau perilaku kita melakukan pemeliharaan tumbuh-tumbuhan,” ujar Kadek Satria dalam Dialog Merah Putih Bali Era Baru “Memaknai Tumpek Wariga, Tujuan dan Pelaksanaannya”, di Warung Bali Coffee 63 A Denpasar, Rabu (31/1).

Dijelaskan, makna dari Tumpek Wariga ini adalah untuk pemajuan, kesejahteraan, perlindungan, dan pemeliharaan tumbuh-tumbuhan. Sebab, dalam Lontar Sundarigama menyatakan bahwa semua tumbuhan diberikan amerta oleh Sang Hyang Sangkara. Untuk itu, umat Hindu mestinya mengorbankan segala upakara untuk dipersembahkan kepada Sang Hyang Sangkara, berupa sesayut cakra geni,bubuh, abug glebug dan mantra-mantra, kemudian lanjutkan langkah nyata doa kita dengan menanam, memelihara dan mengembangkan. Itulah arti alarm kesadaran yadnya sebagai persembahan suci di Wuku Wariga

Baca juga:  Belum Pernah Kunjungi 5 Warung Ini? Jangan Ngaku Pecinta Babi Guling

Lebih jauh dikatakan bahwa Tumpek Wariga sesungguhnya upaya nyata kesadaran yang diingatkan kepada umat agar selalu menjaga sang penjaga hidup yaitu tumbuhan. Persembahan yang dilakukan bukan hanya melakukan ritual, karena itu baru hanya pengorbanan berupa sarana upakara, namun lebih dari itu kita memerlukan langkah nyata yaitu perilaku yang bajik dalam memulia tumbuhan.

Memelihara, mengembangkan, menanam, mereboisasi, menjaga keutuhan adalah langkah nyata, terlebih kita sekarang latah menyampaikan tentang sad kertih, namun masih kering dalam perilaku. Kita mesti melihat berapa sungai mengering, berapa hutan tak terjaga kelestariannya, berapa banyak air mineral kemasan kita gunakan, dan ini mengesampingkan unsur air yang ada dalam lingkungan kita. Program pengurangan sampah plastik sangat efektif untuk langkah nyata kita kembali ke alam, namun kita harus lakukan dengan kesungguhan sebagai bentuk konsistensi kita melakukan perubahan.

Baca juga:  Libur Lebaran, Undiksha Perpanjang Pendaftaran SMBJM

Budayawan yang juga Wakil Bendesa Adat Kesiman, I Gede Anom Ranuara, S.Pd., S.Sn., M.Si.,M.Ag., mengatakan bahwa upacara Rahina Tumpek Wariga sangat penting dilakukan secara masif untuk mendoakan agar tumbuh-tumbuhan tetap hidup dan tumbuh. Sebab, tumbuh-tumbuhan merupakan sumber dari segala kehidupan. Sebab, manusia dan binatang hidup memerlukan oksigen yang dihadilkan dari proses fotosentesis dari tumbuh-tumbuhan. Maka dari itu, perlu diadakan ritual dan pemeliharaan terhadap tumbuh-tumbuhan untuk bisa terus menghasilkan oksigen demi kelangsungan hidup manusia dan hewan.

Selain itu, dikatakan bahwa sesunguhnya tumbuh-tumbuhan merupakan pondasi awal dalam setiap pelaksanaan yadnya. Semua upakara untuk melakukan upacara sangat tergantung dari keberadaan tumbuhan. Bahkan besar kecilnya yadnya bisa dipengaruhi oleh tumbuhan yang ada dalam persembahan itu. Sehingga, keberadaan tumbuhan-tumbuhannya sangat vital sebagai sumber penghidup dan mesti disadari hal itu untuk kemudian dilakukan pemuliaan yang sesungguhnya. (Ketut Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *