DENPASAR, BALIPOST.com – Pada 29 Januari 2023, Pemprov Bali menetapkan Hari Arak untuk memperingati keberadaan arak sebagai minuman tradisional Bali. Perlahan popularitas arak terangkat terutama di industri pariwisata.
Namun, mimpi menjadikan Arak Bali sebagai spirit ketujuh dunia, mungkin masih jauh dari kata akan terwujud. Masih perlu upaya kerja keras seluruh komponen untuk menjaga citra dan brand awareness Arak Bali.
Dunia saat ini mengenal ada enam minuman beralkohol golongan C (kandungan alkohol 20 %- 55%). Keenam mikol yang juga disebut spirit ini adalah Whiskey, Rum, Gin, Vodka, Tequila dan Brandy. Arak Bali diharapkan menjadi spirit ketujuh. Ini berarti minuman destilasi ini akan sejajar dengan keenam spirit lainnya yang sudah begitu mendunia.
Ketua Umum DPP Indonesian Food and Beverage Executive Association (IFBEC )Nasional Ketut Darmayasa, Rabu (31/1), mengatakan, arak Bali sudah digaungkan lama sejak 2018 sebelum ditetapkannya hari arak. Dengan ditetapkannya hari arak, Arak Bali sebagai warisan budaya Bali diharapkan bisa menembus pasar industri (hotel) karena hotel banyak tamu mancanegara ingin menikmati obyek wisata juga ingin tahu produk khas Bali salah satunya arak.
“Kami ingin arak Bali dipromosikan ke turis karena kami sudah cek beberapa tempat produksi arak herbal dan bagus dan cocok dipertimbangkan sebagai minuman golongan alkohol tipe C kadar alkoholnya 20-55 persen,” ungkapnya
Seiring berjalannya waktu, munculnya Pergub Nomor 1 Tahun 2020 oleh Pemprov Bali semakin memuluskan perjalanan karena telah diberikan payung hukum. “Cuma masyarakat lupa, bukan semua arak legal tapi yang legal adalah arak yang sudah mengantongi pita cukai dan ijin edar dari BPOM,” tandasnya.
Darmayasa, Rabu (31/1), mengatakan, sesuai tata niaganya, arak yang diproduksi oleh masyarakat atau petani harus masuk ke koperasi untuk pemasaran arak. Dari tempat pembuatan arak, harus ada surat ijin dari pemerintah desa menyatakan bahwa arak itu bisa dibawa ke koperasi.
Koperasi membeli arak petani dengan harga rata – rata di desa naik 20% dan koperasi juga menaikkan 20% harga itu ke pbrik. “Pabriklah yang kemudian mengemas, membotolkan, packaging, memberikan perijinan, baru dijual ke user,” bebernya.
Yang menjadi PR kemudian, kata Residen Manager Hotel Grand Istana Rama ini adalah masalah komunikasi agar brand awareness arak meningkat dan citra arak semakin positif di lingkungan masyarakat dunia. Menurutnya hal itu dapat dilakukan salah satunya oleh waiter, waitress dan bartender yang ada di hotel, restaurant dan bar.
“Kalau bisa mereka dijadikan ambasadornya agar bisa mempromosikan arak, brand awareness dimulai dari akar rumput, jadi yang bisa membantu adalah waiter dan bartender makanya mereka harus dikelola dengan baik. Diberikan pelatihan cara menjual arak karena biasanya baru ada 6 spirit di bar counter. Diharapkan semua tempat, ada arak di bar counternya. Dari 48 brand arak di Bali, paling tidak ada 10 besar brand arak ditempatkan disana bersanding dengan spirit internasional lain,” ujarnya.
Meski sudah ada aturan minimal 30 persen industri pariwisata menggunakan produk lokal seperti arak dan kopi dan perlu diawasi terkait pelaksanannya. Selain itu perlu ada standar arak. “Dulu ada lembaga Balabec, khusus memberikan stadarisasi oleh swasta yang menguji standar keabsahan sebuah produk. Seperti arak dari Nnra ketajaman aromanya akan tercium buah kelapa, jika aromanya menusuk kemana mana, artinya ethanolnya tinggi jadi bukan pure herbal, dan jika diminum ada sensasi nendang dilangit- langit mulut dan ada terasa terbakar , itu berarti prosesnya belum sempurna,” jelasnya.
Meski demikian ia menilai sudah ada arak yang berkualitas dan berkelas yang sudah selevel dengan alkohol impor cuma belum dikomunikasikan dengan baik.
Untuk itu ia sepakat arak Bali perlu dilestarikan karena Arak warisan budaya Bali , dengan fungsi beragam sejak jaman dulu seperti menjamu tamu, sarana upakara, sarana usadha, menghangatkan badan bahkan peneliti dari dunia telah meneliti aturan minum alkohol yang dianjurkan.
Ke depan ia berharap arak tidak hanya bisa dijual ke industri pariwisata, tapi juga bisa dijual di tingkat negara sehingga publikasinya semakin bagus dan brand awareness semakin tergaung, dengan demikian arak dapat menjadi spirit ketujuh dapat terlaksana dengan cepat. (Citta Maya/balipost)