Arsip - Seorang guru menyampaikan materi kepada siswa saat kegiatan belajar mengajar di SDN Percobaan Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Senin (5/2/2024). Pemerintah mengalokasikan anggaran Program Indonesia Pintar (PIP) Tahun 2024 sebesar Rp13,5 triliun untuk 18,6 juta pelajar mulai jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK sebagai upaya meningkatkan akses dan kualitas pendidikan di Indonesia. (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com -Para calon presiden tidak memberi gagasan baru dalam mengoptimalisasi penggunaan anggaran pendidikan dalam debat pamungkas atau kelima Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

“Semua jawaban bersifat biasa-biasa saja tanpa ada terobosan baru dan tawaran sebuah sistem pendidikan yang lebih berkeadilan,” kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, dalam keterangan di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Senin (5/2).

Ubaid menjelaskan, para calon presiden tidak bisa menunjukkan secara rinci keberpihakan anggaran pendidikan yang sebanyak 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tersebut, baik ditujukan kepada siapa dan untuk apa.

Baca juga:  Latihan Kepemimpinan Tingkatkan "Soft Skill"

Ia menuturkan, ketidakmampuan ini dilihat dari seluruh kandidat yang gagal menjawab pertanyaan ini dengan inovasi gagasan atau sistem baru yang lebih berkeadilan bagi guru dan meningkatkan kompetensi guru dalam mendidik.

Menurutnya, hal itu seharusnya bisa dijawab dengan baik oleh para calon presiden karena anggaran pendidikan selama ini masih perlu pembenahan.

Ia menjelaskan, data tahun 2023 berdasarkan Perpres Nomor 130 tahun 2022 tentang Rincian APBN TA 2023 menunjukkan bahwa dari total anggaran pendidikan Rp612,2 triliun ternyata Kemendikbudristek hanya mengelola 13 persen atau Rp 80,22 triliun.

Baca juga:  Perluas Jangkauan, Bank Lestari (BPR) Kolaborasi dengan BPR Arto Moro

Sementara sisa anggaran atau sebagian besarnya justru dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga (K/L) lain serta pembiayaan pendidikan sebanyak 37 persen dan ditransfer ke daerah serta dana desa sebanyak 50 persen.

Ubaid mengingatkan selama proporsi anggaran pendidikan semacam ini, maka meski angkanya 20 persen dari APBN tetap tidak akan mampu menjadikan program wajib belajar pendidikan dasar dan menengah atau wajib belajar 12 tahun sebagai prioritas. “Akibatnya kualitas peserta didik akan terus jauh tertinggal dengan negara-negara tetangga kita,” katanya. (Kmb/Balipost)

Baca juga:  Batik Khas Lamongan Dipertontonkan dalam Fashion Jalanan
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *