DENPASAR, BALIPOST.com – Sempat menyatakan dalam pembelaannya bahwa pungutan liar (pungli) di Jembatan Timbang di Kantor Unit Pelayanan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Desa Cekik Kecamatan Gilimanuk Kabupaten Jembrana, sudah menjadi budaya dan kebiasaan sejak dulu, vonis mantan Koordinator Satuan Pelayanan (Korsatpel) Jembatan Timbang di UPPKB Desa Cekik, terdakwa I Made Dwijati Arya Negara, Jumat (16/2) diperberat oleh hakim.
Jika JPU menuntut terdakwa selama lima tahun penjara, maka oleh hakim terdakwa divonis tujuh tahun penjara. Oleh majelis hakim yang diketuai Heriyanti dengan hakim anggota Nelson dan Soebekti di Pengadilan Tipikor Denpasar, Dwijati Arya Negara selain dihukum pidana penjara selama tujuh tahun, juga denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan.
Terdakwa oleh hakim tipikor juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 2.521.484.999, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar maka harta bendanya dapat disita dan dilelang. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup, maka diganti dengan pidana penjara selama satu tahun.
Dalam kasus ini, majelis hakim sependapat dengan JPU Agung Gede Lee Wisnhu Diputera, Putu Eka Wisri Darmayanti dkk. Terdakwa selaku Korsatpel Jembatan Timbang di UPPKB Desa Cekik terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Sebelumnya, JPU menuntut Korsatpel Jembatan Timbang di Kantor UPPKB Desa Cekik Kecamatan Gilimanuk Kabupaten Jembrana, I Made Dwijati Arya Negara, yang didakwa serangkaian OTT yang dilakukan petugas Polda Bali, Senin (5/2) dituntut lima tahun penjara.
Jaksa Agung Gede Lee Wisnhu Diputera, didampingi Putu Eka Wisri Darmayanti dkk., di hadapan majelis hakim yang diketuai Heriyanti dengan hakim anggota Nelson dan Soebekti, menyatakan terdakwa I Made Dwi Jati Arya Negara, S.E., telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pledoinya, terdakwa mohon keringanan hukuman bahkan minta dibebaskan. Dijelaskan pihak terdakwa dalam pledoinya, begitu terdakwa menjabat Korsatpel UPPKB Cekik-Gilimanuk, Jembrana, pada saat itu telah diketahui oleh terdakwa tentang adanya pungutan liar, sehingga di tanggal 1 Februari 2021 terdakwa memutuskan untuk membuat surat pernyataan fakta intergritas yang ditandatangani oleh seluruh pegawai.
Namun, dijelaskan, terdakwa didatangi oleh para danru yang menyampaikan bahwa mereka tidak setuju apabila pungutan liar tersebut dihentikan. Alasannya, pungli tersebut telah menjadi budaya sebelum terdakwa menjadi korsatpel di sana.
Pada Mei 2021, terdakwa mengaku mencoba untuk menghentikan pungli tersebut, namun kembali ditolak para danru. Malah, kata pihak terdakwa, para danru mengingat kembali bahwa pungli tersebut telah menjadi budaya sebelum Tlterdakwa menjabat sebagai Korsatpel di UPPKB Cekik-Gilimanuk, Jembrana.
Atas ketidaktegasannya melanjutkan fakta integritas, kata pihak terdakwa dalam pledoinya, terdakwa sendiri mengaku terjebak dalam perkara ini karena terdakwa terlena dan mengikuti budaya yang salah sebelum terdakwa ditempatkan di UPPKB Cekik. (Miasa/balipost)