Oleh I Wayan Ramantha
Salah satu kegiatan rutin pemerintah daerah di bulan Februari adalah melaksanakan kegiatan yang disebut Forum Perangkat Daerah (PD) dalam rangka penyusunan rencana kerja dan anggaran. Forum PD Februari 2024 membahas rencana kerja dan anggaran Tahun 2025. Saat Forum PD Dinas Koperasi dan UMKM dipaparkan data bahwa total aset Koperasi di Bali hingga akhir Tahun 2023 sebesar Rp17, 96 triliun.
Sementara kalau merujuk data Perbarindo Bali pada periode yang sama, total aset Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bali mencapai Rp20,68 triliun. Bahkan, data Lembaga Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa (LP LPD) total aset LPD Bali pada periode yang sama mencapai Rp24,31 triliun.
Komposisi total (agregat) aset dari tiga lembaga sejenis itu, tidak pernah berubah sejak sepuluh tahun terakhir. Komposisi itu pula seharusnya mengingatkan kita, khususnya pemerintah, guna mencari bentuk dan pola pembinaan koperasi yang paling tepat, agar bangun usaha yang konon merupakan soko guru perekonomian itu, tidak kalah besar kontribusinya dibandingkan dengan BPR dan LPD. Kalau boleh dibanding-bandingkan, hanya koperasi yang di tingkat pemerintahan memiliki Menteri Koperasi, Dinas Koperasi Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sementara “saudaranya” BPR dan LPD tidak punya pembina selengkap itu.
Kita memang tidak boleh mencari “kambing hitam”. Semangat Bung Hatta dalam memajukan koperasi di Indonesia harus digali kembali. Semangat itu tidak cukup dipahami oleh generasi “kolonial” saja, tapi harus dibangkitkan pada generasi milenial, karena di tangan mereka nanti ekonomi kita akan bergantung. Spirit dan rasa jengah Ida Bagus Mantra saat membangun LPD di Bali, juga tetap harus dibangkitkan, karena spirit kedua tokoh terkenal itu, sesungguhnya merupakan ciri utama dari semangat kewirausahaan (entrepreneurship) yang paling diperlukan dalam setiap bentuk hukum usaha, apakah itu koperasi, BPR maupun LPD.
Kewirausahaan para pengawas, pengelola, karyawan, bahkan pembina koperasi harus terus dilatih. Pemerintah perlu lebih serius mengembangkan koperasi, karena sesungguhnya koperasi bukan hanya merupakan salah satu bentuk usaha yang ada. Tetapi dia merupakan pilar ekonomi nasional yang mengemban misi pemerataan, sejajar dengan pilar pertumbuhan yang diemban oleh swasta dan pilar stabilitas yang diemban oleh Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD). Prinsip itu ada dalam Trilogi Pembangunan Ekonomi nasional. Prinsip itu pula yang diperlukan untuk menjaga keberlanjutan (sustainability) ekonomi di masa-masa yang akan datang.
Pada konteks ini pula, kita perlu mencermati data bahwa angka wirausaha Indonesia hingga saat ini baru mencapai 3,5 persen. Dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand pun kita masih kalah, karena kedua negara tetangga itu telah memiliki wirausahawan sampai 4,74 persen dan 4,26 persen.
Sementara Singapura sudah mencapai 9 persen dari populasi penduduknya. Sedangkan Amerika dan Eropa bahkan telah mencapai 11,5 persen. Mudah-mudahan dengan penganggaran pembinaan kewirausahaan koperasi yang lebih sungguh-sungguh di masa yang akan datang, koperasi, khususnya di Provinsi Bali dapat menemukan jati dirinya sebagai soko guru perekonomian nasional.
Penulis, Guru Besar FEB Unud dan Akuntan Publik