SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Padangbulia, Kecamatan Buleleng saat ini terus berupaya menjaga adat, dresta dan budaya yang dimiliki. Keberadaan Desa Adat Padangbulia sebagai desa tua di Kabupaten Buleleng mempunyai sejumlah dresta dan tradisi yang unik dan masih berjalan hingga saat ini.
Kelian Desa Adat Padangbulia, Gusti Ketut Semara, pada Minggu 18 Februari 2024 mengatakan jika mengacu pada awig – awig desa adat, krama tidak menggunakan sulinggi atau Ida Rsi saat melangsung upacara keagamaan. Namun, penggunaan sulinggih tidak dilarang secara khusus jika ada yang menghendakinya. Hal ini dikarenakan Desa Adat Padangbulia menganut Siwa Ketirtan.
Dalam setiap kegiatan adat, seperti pangabenan, piodalan, dan tiga bulanan, pihaknya nunas tirta (meminta air suci) di tiga tempat pemujaan Siwa Petirtan, yaitu Gunung Sari, Darmajati, dan Silagatra. Tradisi ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun, bahkan sebelum kedatangan Rsi ke Bali.
Tidak hanya sebatas tanpa sulinggih di sela – sela upacara, bahkan dalam pelaksanaan kegiatan pangabenan, Desa Adat Padangbulia juga memiliki tradisi unik. Desa Adat Padangbulia umumnya menerapkan sistem pangabenan kusapranawa (tanpa dibakar) dan siwa sumedang (hampir sama dengan kusapranawa, tanpa wadah). Pangabenan dengan membakar masih diperbolehkan, namun harus dilakukan sampai selesai kegiatan upacaranya.
Menurutnya, kegiatan ini sudah jarang sekali dilakukan. Selain itu, Desa Adat Padangbulia juga memiliki tradisi ngigel desa yang dilaksanakan setiap sarin tahun (setiap tahun) bertepatan dengan Sasih Kapat. Tari-tarian ini dilakukan oleh laki-laki dengan aturan minimal telung kempul alunan suara gamelan.
Komitmen Desa Adat Padangbulia dalam menjaga dresta dan adat istiadat merupakan upaya untuk melestarikan budaya Bali dan warisan leluhur. Dengan demikian, identitas dan keunikan Desa Adat Padangbulia dapat terus terjaga dan dilestarikan. (Nyoman Yudha/balipost)