DENPASAR, BALIPOST.com – Hidup di Bali makin berat. PDRB per kapita per tahun Bali tahun ini naik menjadi Rp62,29 juta dibandingkan 2019 yang hanya Rp57,76 juta per kapita per tahun. Meski demikian harga barang kebutuhan masyarakat yang terus naik menyebabkan pertumbuhan tersebut tidak berkualitas.
Bahkan pendapatan warga Bali selama ini hanya bisa memenuhi konsumsi. Tak bisa disisihkan untuk investasi.
Akademisi Universitas Udayana Prof. Wayan Ramantha, Senin (26/2) mengatakan, meski pertumbuhan ekonomi Bali sudah mencapai di atas 5% namun diiringi dengan kenaikan harga bahan pangan dan inflasi, itu artinya terjadi pertumbuhan ekonomi tidak berkualitas. Padahal harapannya pertumbuhan ekonomi yang terjadi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Seperti kenaikan harga beras saat ini yang notabene paling dibutuhkan masyarakat, ditambah menjelang Hari Raya Galungan dan Kuningan yang kebutuhannya meningkat dibandingkan hari normal sehingga kondisi ini akan menyulitkan masyarakat.
Menurutnya penanggulangan inflasi yang dilakukan saat ini seperti pemadam kebakaran, tidak berjangka panjang. Jika hal ini tak ditanggulangi maka akan terus terjadi saat momen hari raya maupun momen momen tertentu. Sehingga pemerintah diharapkan tidak hanya operasi pasar tapi juga menjadi produsen sebagai pengendali harga, seperti Bulog tidak memproduksi beras namun distribusi, hal seperti ini perlu dilakukan Pemda.
Upaya penanggulangan inflasi perlu dilakukan secara massal bersama-sama Pemda. Pemda perlu ambil inisiatif supaya penanggulangan inflasi saat hari raya raya tidak terus kita alami. Demikian juga dengan komoditas tertentu seperti cabai, membiasakan masyarakat mengonsumsi cabai kering.
Maka dengan kondisi harga yang terus merangkak, BI Bali mencatat inflasi berada pada range target BI, namun jika dibandingkan dengan pendapatan masyarakat Bali yang UMP -nya Rp2,8 juta dan UMK tertinggi di Badung sebessar Rp3,3 juta, masyarakat Bali hanya mampu memenuhi konsumsi saja. Mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan untuk menabung atau berinvestasi.
Dengan rata-rata pendapatan Rp2,5 juta – Rp3 juta per bulan maka masyarakat Bali hanya bisa memenuhi konsumsinya. Sementara ada kebutuhan lain seperti kesehatan, pendidikan, upacara, sehingga akhirnya tidak bisa terpenuhi dan itu menjadi hutang, tambah Ramantha.
Berdasarkan data BPS Bali, rata-rata konsumsi per kapita per bulan tahun 2022 yaitu Rp1.442.610, baik makanan maupun non makanan. Jika anggota keluarga ada empat, maka konsumsi satu keluarga Rp 5,6 juta. Dengan pendapatan rata-rata Rp 2,5 juta-Rp3 juta per bulan, masyarakat tidak akan cukup memenuhi keperluan investasi dan lain-lain. (Citta Maya/balipost)