Djoko Subinarto. (BP/Istimewa)

Oleh : Djoko Subinarto

Ada yang berpendapat, Indonesia saat ini tidak mempunyai lagi negarawan. Yang ada hanyalah para politikus yang seringkali lebih sibuk mengedepankan kepentingannya sendiri dan kelompoknya. Belakangan ini, civitas akademika sejumlah perguruan tinggi di Indonesia mendesak Presiden Joko Widodo untuk kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan.

Presiden Joko Widodo diminta tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu
pasangan calon presiden-wakil presiden di Pilpres 2024. Desakan tersebut disampaikan melalui pernyataan sikap ‘Indonesia Darurat Kenegarawanan’ yang juga memuat sejumlah tuntutan lain untuk Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya, di antaranya yaitu harus
bersikap netral, adil, dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok dan golongan, bukan untuk sebagian kelompok.

Selain itu, semua aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis, termasuk salah satunya dengan tidak melakukan politisasi dan personalisasi bantuan sosial.

Baca juga:  Ganjar Bicara "Takdir" dan Kidung Kebangkitan Majapahit

Bisa jadi apa yang disampaikan civitas akademika sejumlah perguruan tinggi kita ihwal Indonesia darurat kenegarawanan itu benar adanya jika melihat sepak terjang sebagian pelaku politik di negara kita. Pasalnya, kita kerap melihat masih banyak sepak terjang mereka yang lebih mengedepankan ego dan kepentingan pribadi serta golongan ketimbang kepentingan publik luas yang harus mereka perjuangkan.

Pertanyaannya apakah kecenderungan mengedepankan kepentingan pribadi itu adalah karakter yang memang lazim melekat pada diri para aktor politik kita? Lantas, apa yang membedakan seorang politikus dengan seorang negarawan?

Satu Kesamaan

Joel Hirschhorn (2008) menyatakan, sebagian besar politikus memiliki satu kesamaan tidak jujur. Menurutnya, mayoritas politikus tidak pernah jujur ihwal apa yang dikatakannya dan dilakukannya.

Sementara itu, Philip Dorell (2006) menyebutkan bahwa politikus, seperti juga salesman mobil bekas, memiliki kecenderungan untuk membual. Bedanya, menurut Dorell, salesman mobil bekas cenderung membual karena kemungkinan besar calon pembeli tidak akan bisa melihat secara persis bualannya, sedangkan politikus akan membual dan terus membual kendatipun khalayak sendiri sudah mengetahui ihwal apa yang dibualkannya.

Baca juga:  Restart Ekonomi Bali

Dengan kecenderungan seperti ini, yang tercipta kemudian adalah kepercayaan publik (public trust) kepada politikus menjadi semakin rendah.

Dalam pengamatan Lawrence W Reed, Presiden The Makinac Center For Public Policy, Michigan, Amerika Serikat, politikus umumnya berkecenderungan memperpurukkan harkat dan martabat hidup kita, sementara negarawan berkecenderungan meningkatkan harkat dan martabat hidup kita.

Pertama, politikus mencari jabatan dan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi, sedangkan negarawan tidak pernah mencari jabatan dan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi melainkan semata-mata demi
melayani publik.

Kedua, ketika telah terpilih lewat pemilihan umum (pemilu), negarawan tidak akan pernah melupakan dan meninggalkan rakyat. Mereka benar-benar menjadi corong rakyat dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan rakyat, sedangkan politikus begitu mereka telah terpilih dalam pemilu kecenderungannya adalah
segera melupakan dan meninggalkan rakyat sekaligus menjadi corong partai dan akan sekuat tenaga memperjuangkan kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Baca juga:  Belajar Kepemimpinan dari Mahatma Gandhi

Ketiga, negarawan akan jauh lebih besar kemungkinannya mengedepankan apa-apa yang benar dan menjadi hak-hak rakyat. Keempat, tatkala harus menggunakan anggaran negara, negarawan akan menggunakan anggaran itu seminim dan seefisien mungkin, sedangkan politikus justru akan cenderung menghambur-hamburkan anggaran tersebut.

Kelima, negarawan adalah orang-orang yang konsisten, jujur dan amanah, sedangkan politikus cenderung plin-plan, tidak jujur dan tidak amanah. Berdasar pada apa
yang dikemukakan Lawrence W Reed, agaknya kita harus sepakat bahwa yang sekarang ini kita semua sangat butuhkan adalah para negarawan dan bukan para politikus.

Penulis, Kolumnis dan Bloger.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *