GIANYAR, BALIPOST.com – Tapakan atau sosok yang disakralkan berupa Barong di pura punya tradisi keliling desa saat Hari Raya Galungan dan Kuningan.
Tradisi ini masih dipegang teguh masyarakat hingga kini, seperti di Desa Adat Tarukan Pejeng Kaja.
Pemangku Pura Desa dan Puseh Desa Adat Tarukan Pejeng Kaja, Jro Mangku Made Merta mengatakan ada sejumlah barong yang berstana di pura yang dikelola sekitar 400 kepala keluarga dari tiga banjar di Desa Adat Tarukan Pejeng Kaja ini.
Selain Ratu Gede Sakti, ada Ratu Ayu Dalem, Ratu Agung, dan petapakan lain di Pura Batan Ancak Desa Tarukan Pejeng Kaja punya tradisi keliling desa ketika Hari Raya Galungan dan Kuningan.
Tapakan di Pura Ratu Gede Sakti juga pergi keliling desa saat Hari Raya Galungan dan Kuningan. Upacara melancaran atau berjalan jalan ini, berlangsung selama satu hari. Ritual berkeliling desa, diiringi ribuan warga Desa Adat Tarukan yang merupakan pengempon pura.
Pada saat Galungan yang jatuh pada hari Rabu, acara malancaran akan dimulai sekitar pukul 17.00 WITA. Usai bersembahyang di pura, tapakan dalam bentuk Barong dan Rangda ini mulai malancaran.
Acara ritual melancaran akan menuju batas di sebelah Selatan dan di Sebelah Utara. Barong dan para pengempon pura mulai berjalan kaki dan diiringi suara gamelan menambah sakral upacara itu. Perjalanan di sore hari itu begitu semangat dilakukan warga Desa Adat Tarukan. Setiap kelompok warga menghaturkan persembahan atau sesajen dan doa.
Upacara melancaran tapakan dengan rute menuju perbatasan ini membutuhkan waktu sampai 3 jam. Warga Desa Tarukan Pejeng Kaja menganggap tradisi ini penting karena diyakini tapakan itu memiliki fungsi menjaga keamanan Desa Tarukan secara sekala dan niskala. Karena itu pula, malancaran dilakukan sampai ke perbatasan desa. (Wirnaya/balipost)