John de Santo. (BP/Istimewa)

Oleh John de Santo

Salah satu sub tema dalam dalam debat capres dan cawapres menjelang Pemilu 2024, menyangkut etika lingkungan hidup. Istilah ini, bahkan disinggung beberapa kali, baik dalam debat capres maupun cawapres. Topik ini seoleh menjadi landasan berpikir bagi para pemimpin kontemporer,  mengingat semakin tingginya keprihatinan masyarakat dunia terhadap isu-isu lingkungan seperti, pemanasan global, perubahan cuaca, dan kacaunya musim. Lantas, apa sih sebenarnya etika lingkungan itu?

Etika lingkungan yang juga dikenal sebagai etika ekologis atau etika hijau, adalah cabang dari ilmu filsafat yang berkaitan dengan relasi moral antara manusia dan lingkungan alam. Cabang ilmu ini berusaha merumuskan seperangkat prinsip di antara berbagai prinsip dan nilai yang dapat mengarahkan tindakan dan keputusan manusia untuk melestarikan dan melindungi lingkungan hidup, demi manfaat bagi generasi sekarang dan generasi mendatang.

Salah satu aspek kunci dari etika lingkungan adalah konsep tentang nilai intrinsik, yang mengacu kepada gagasan bahwa unsur-unsur tertentu dari lingkungan alam, seperti tumbuhan, hewan, dan ekosistem, memiliki nilai independen dari kemanfaatan mereka terhadap manusia.

Pengembangan terhadap etika lingkungan dapat ditelusuri hingga berbagai sumber, termasuk ajaran agama-agama, lokal wisdom, dan karya-karya dari sejumlah filsuf terkemuka seperti Aristoteles, Rousseau, dan Thoreau. Namun demikian, gerakan etika lingkungan hidup, secara umum dirujuk kepada publikasi dari dua karya babon di tahun 1970-an, yakni “The Limits to Growth” (1972) oleh Club of Rome dan “The Ethics of Nature” (1972) oleh Paul Taylor.  “The Limits to Growth” adalah sebuah laporan yang mengeksplorasi berbagai dampak pertumbuhan industri yang tidak dicek, terhadap sumber daya dan ekosistem dunia. Laporan tersebut mengemukakan bahwa, ekspansi ekonomis yang terus-menerus, pada akhirnya akan menyebabkan menipisnya sumber daya alam dan hancurnya ekosistem dunia, yang berakibat pada krisis likungan dan sosial yang parah.

Baca juga:  Memviralkan Masalah Di Media Sosial Menjadi Tantangan Bagi DPR

Buku ini membantu meningkatkan kesadaran terhadap perlunya pembangunan yang berkelanjutan dan pengelolaan sumber daya manusia. Sedangkan “The Ethics of Nature” oleh Paul Taylor adalah sebuah karya yang berpengaruh dalam etika lingkungan, karena buku ini mengemukakan sebuah argumen yang komprehensif terhadap nilai intrinsik dari kehidupan non-manusia. Menurut Taylor, semua makhluk hidup memiliki nilai inheren, terlepas dari kemanfaatan mereka bagi manusia, dan bahwa kita memiliki kewajiban moral untuk melindungi dan melestarikan alam.

Baca juga:  “Deep Purple” dan Promosi Pariwisata Indonesia

Harus kita akui bahwa etika lingkungan adalah suatu bidang kajian baru yang mengandaikan sejumlah tantangan. Salah satu tantangana utama adalah tentang bagaimana menentukan cakupannya. Ini menyangkut upaya memutuskan isu lingkungan manakah yang termasuk lingkup etika hijau dan isu lingkungan manakah yang lebih baik ditangani melalui kerangka kerja etika yang lain.

Tantangan Etika Lingkungan

Tantangan-tantangan etika lingkungan dapat kita kelompokkan ke dalam beberapa bidang, yang masing-masingnya berdampak signifikan terhadap cara manusia mendekati persoalan-persoalan lingkungan. Pertama, tantangan membatasi lingkup etika lingkungan. Salah satu tantangan utama etika lingkungan adalah menentukan cakupannya. Kedua, menyeimbangkan berbagai kebutuhan manusia dan pelestarian lingkungan merupakan tantangan berikutnya. Ini menyangkut pertimbangan untung rugi dari berbagai kebijakan lingkungan, seperti pengembangan sumber energi terbarukan atau penerapan langkah-langkah konservasi. Ketiga, memasukan etika lingkungan ke dalam kebijakan umum dan pembuatan keputusan. Etika lingkungan harus terintegrasi ke dalam kebijakan umum dan proses pembuatan keputusan, dalam rangka memperoleh sebuah dampak yang berarti terhadap isu-isu lingkungan.

Keempat mengatasi faktor-faktor budaya dan sosio-ekonomis. Lingkungan etis pasti juga memperhitungkan faktor-faktor budaya dan sosio-ekonomis yang membentuk sikap manusia terhadap lingkungan. Kelima, berurusan dengan ketidakpastian dan kompleksitas. Etika lingkungan seringkaali berurusan dengan berbagai isu yang rumit dan tidak pasti, seperti akibat-akibat jangka panjang dari perubahan iklim atau dampak kumulatif dari stresor lingkungan ganda. Kita melihat bahwa, ada banyak tantangan terhadap etika lingkungan. Namun demikian, dengan mengatasi semua tantangan dan mengintegrasikan etika lingkungan ke dalam kebijakan publik serta berbagai proses pengambilan keputusan, kita dapat memahami dengan lebih baik dampak moral terhadap tindakan kita, demi masa depan yang lebih lestari dan setara bagi semua.

Baca juga:  Tantangan Pariwisata Bali pada Era Revolusi Industri 4.0

Jadi, etika lingkungan merupakan bidang kajian penting yang sedang berupaya membentuk sebuah kerangka kerja moral bagi interaksi manusia dengan lingkungan alam. Ia bertolak dari konsep nilai intrinsik dan yang secara signifikan dipengaruhi oleh kedua karya, sebagaimana yang disebutkan di atas. Acuan otoritatif ini telah memainkan peran vital dalam  pengembangam etika lingkungan dan dengan menyoroti pentingnya praktik-praktik berkesinambungan serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.

Penulis, Pendidik dan Pengasuh Rumah Belajar Bhinneka, Pemerhati Lingkungan Hidup

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *