TABANAN, BALIPOST.com – Bali dikenal dengan berbagai tradisi uniknya. Ini juga menjadi salah satu faktor Bali dianggap sebagai tempat wisata utama bagi sebagian wisatawan yang tertarik dengan nilai-nilai kebudayaan yang dilandasi kearifan lokal.
Salah satunya kesenian Tektekan di kecamatan Kediri, kabupaten Tabanan yang disakralkan dan biasanya digelar jelang hari raya Nyepi oleh Desa Adat kediri.
Namun tahun ini, tradisi ini ditiadakan lantaran, hari raya berbarengan dengan hari raya Kuningan. Sehari menjelang hari raya Nyepi, atau yang disebut dengan hari Pengerupukan biasanya digelar ogoh ogoh di masing-masing desa adat.
Dalam pelaksanaan tradisi ogoh-ogoh biasa dilakukan dengan parade atau pawai. Pelaksanaan parade ogoh-ogoh memiliki filosofi yang diharuskan untuk manusia saling menjaga alam dan sumber daya untuk tidak merusak lingkungan sekitarnya.
Namun, berbeda halnya di desa adat Kediri yang tidak menggelar parade ogoh-ogoh, melainkan tektekan.
Tektekan yang ditampilkan masing-masing banjar di desa adat Kediri tersebut tidaklah sama dengan tektekan yang ada di wilayah lain yang diperuntukkan sebagai hiburan. Pasalnya, tektekan ini tidak boleh dimainkan sembarangan, dan hanya boleh dimainkan saat tertentu saja.
Konon tektekan hanya boleh dimainkan jika kondisi desa setempat tengah mengalami bencana misalnya saja “paceklik”, ataupun “gerubug”. Itulah mengapa tradisi ini sangat dinanti oleh masyarakat luar sebagai hiburan, akan tetapi sangat dihindari dan tidak diharapkan oleh masyarakat desa adat Kediri sendiri karena berarti bencana sedang terjadi.
Bendesa Adat Kediri Ida Bagus Ketut Arsana mengatakan Tradisi Tektekan yang rutin digelar tiap tahun absen dilakukan pada perayaan Nyepi Tahun 2024 ini.
Meski tradisi tek-tekan tidak dilaksanakan, pihaknya tetap membebaskan kramanya bisa melaksanakan tektekan di lingkungan banjar masing-masing. Asalkan tidak melewati batas wilayah.
Untuk diketahui Tektekan biasanya dilaksanakan empat hari dengan melibatkan tujuh banjar di Desa Kediri. Selama empat hari itu masing-masing banjar akan pentas dengan titik pentas biasanya digelar di Depan Kantor Dinas Perhubungan Tabanan.
Tujuannya dari tradisi ini untuk mengusir merana (penyakit). Sebab tradisi Tek-Tekan Nangluk Merana adalah sebuah ritual sakral yang dipercaya Desa Adat Kediri untuk mengusir wabah penyakit atau hama.
Mekanisme tradisi dilaksanakan sebelum pentas, krama yang terlibat dalam tradisi tek-tekan lengkap dengan membawa okokan, kentongan, seperangkat gambelan hingga tedung akan mengelilingi banjar masing-masing.
Kemudian baru dilakukan pentas. Dan terakhir atau sebagai akhir tradisi dihari pengerupukan akan dilakukan pentas bersama dengan melibatkan okokan saja menuju catus pata Kecamatan Kediri. (Puspawati/balipost)