JAKARTA, BALIPOST.com – Program magang mahasiswa ke Jerman atau dikenal dengan istilah ferienjob di negara asalnya merupakan program resmi untuk mahasiswa mencari uang sampingan saat libur kampus. Hal itu dikatakan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Polisi Djuhandhani Rahardjo Puro.
“Program ini (ferienjob) sebetulnya adalah program resmi di Jerman, di mana setiap bulan Oktober sampai Desember itu adalah program merekrut mahasiswa untuk bekerja mencari tambahan uang saku dan lain sebagainya. Ini program resmi di Jerman,” kata Djuhandhani di Mabes Polri, Jakarta, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (27/3).
Program tersebut dikenalkan oleh dua orang warga negara Indonesia (WNI) yang menetap di Jerman, yakni ER alias EW dan A alias AE, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Kedua agen yang kebetulan sudah ditetapkan sebagai tersangka itu menghubungkan dan dihubungkan dengan program-program yang ada di Indonesia,” kata Djuhandhani.
Jenderal polisi bintang satu itu memaparkan program ferienjob Jerman tidak terhubung dengan program pendidikan di Indonesia, seperti waktu pelaksanaan dan juga jenis pekerjaan yang dikerjakan oleh mahasiswa.
“Kalau kita lihat lebih lanjut, di Indonesia itu liburannya adalah pada bulan Juni hingga Juli untuk mahasiswa, tetapi pelaksanaan ferienjob dilaksanakan bulan Oktober sampai Desember,” katanya.
Djuhandhani menyebut para tersangka mengubah data untuk bisa meloloskan mahasiswa yang mengikuti program tersebut, seperti data visa menggunakan visa liburan dan sebagainya.
Penyidik sudah melengkapi beberapa alat bukti dalam tindak pidana yang dilakukan oleh lima tersangka, yakni ER alias EW, A alias AE (keduanya berada di Jerman), SS, AJ dan MZ.
Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok program magang ini terungkap setelah empat mahasiswa yang sedang mengikuti ferienjob mendatangi KBRI di Jerman.
Setelah ditelusuri oleh KBRI, program ini dijalankan sebanyak 33 perguruan tinggi di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa. Namun, mahasiswa tersebut dipekerjakan secara non prosedural sehingga mahasiswa tersebut tereksploitasi.
Awalnya para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT CVGEN dan PT SHB mengenai adanya program magang di Jerman. Saat mendaftar, mahasiswa diminta membayar biaya sebesar Rp150 ribu ke rekening PT CVGEN dan membayar sebesar 150 Euro untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
Setelah LOA terbit, korban harus membayar sebesar 200 Euro lagi kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman atau working permit.
Mahasiswa juga dibebankan dana talangan sebesar Rp30 juta hingga Rp50 juta yang pengembalian dana tersebut dengan cara pemotongan upah kerja setiap bulan.
Selain itu, setelah mahasiswa sampai di Jerman langsung disodori surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.
Mahasiswa yang menjadi korban melaksanakan ferienjob dalam kurun waktu selama tiga bulan dari Oktober hingga Desember 2023.
PT SHB menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi yang dituangkan dalam MoU yang memuat pernyataan bahwa ferienjob masuk ke program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), serta menjanjikan program magang tersebut di konversikan ke 20 SKS.
Program tersebut pernah diajukan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), namun ditolak karena kalender akademik di Indonesia berbeda dengan di Jerman. Mekanisme program pemagangan dari luar negeri yaitu melalui usulan KBRI atau kedubes negara terkait. (Kmb/Balipost)