DENPASAR, BALIPOST.com – Pascaberakhirnya program restrukturisasi kredit Covid-19 pada akhir Maret 2024, perbankan di Bali diminta untuk memperkuat permodalan dan meningkatkan Cadangan Kerugian Perlindungan Nilai (CKPN). Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu belum lama ini mengatakan, ke depan, perbankan tetap perlu memperhatikan risiko perbankan, utamanya risiko pasar dan dampaknya pada risiko likuiditas terkait sentimen suku bunga global yang masih tetap tinggi.
Serta potensi peningkatan risiko kredit karena berakhirnya program restrukturisasi kredit Covid-19. Untuk itu perbankan diminta meningkatkan daya tahannya melalui penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN dan Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) secara memadai, serta secara rutin melakukan stress test untuk mengukur kemampuan permodalannya dalam menyerap potensi risiko.
Puji menyebut kualitas kredit perbankan di Bali dan Nusa Tenggara tetap terjaga yang tercermin dari penurunan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) gross menjadi sebesar 2,45 persen lebih rendah dibandingkan posisi Februari 2023 yang sebesar 2,77 persen.
Sedangkan NPL BPR per Januari 2024 sebesar 12,66 persen diprediksi akan meningkat lagi menjadi 13 persen. “Kami tetap mendorong industri supaya bisa perbaiki kualitas kreditnya,” imbuhnya.
Dalam rangka mendukung kelancaran kredit/pembiayaan dari Industri Jasa Keuangan kepada Masyarakat, OJK memberikan pelayanan penarikan data Informasi Debitur (Ideb) Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Selama tahun 2024 hingga bulan Maret, Kantor OJK di Provinsi Bali dan Nusa Tenggara telah melakukan pelayanan penarikan data Ideb SLIK baik secara online maupun walk in sebanyak 5.111 orang.
Dengan kebijakan dan langkah penegakan hukum yang dilakukan, serta senantiasa bersinergi dengan Pemerintah, Bank Indonesia, LPS, dan industri keuangan maupun asosiasi pelaku usaha di sektor riil, OJK optimis sistem keuangan dapat terjaga stabil. (Citta Maya/balipost)