Sebuah kapal tanker bermuatan bahan bakar minyak (BBM) sandar di dermaga pelabuhan PT Pertamina (Persero) Dumai, Dumai, Riau. (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Perekonomian Indonesia tidak terdampak signifikan oleh konflik Iran-Israel karena ketahanan ekonomi yang solid didukung dengan pertumbuhan ekonomi domestik yang terus berlanjut dan ekspansif. Hal itu dikatakan Ekonom Ibrahim Assuabi.

“Indonesia ini sebenarnya sudah mewanti-wanti, sudah mempunyai strategi, pada saat terjadi konflik di Rusia-Ukraina pun sudah bersiap-siap seandainya dalam kondisi yang darurat ekonomi global mengalami satu permasalahan yang serius, Indonesia akan melakukan fokus dalam negeri,” kata Ibrahim, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Senin (15/4).

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang solid utamanya ditopang oleh konsumsi domestik yang meningkat, terutama saat perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) seperti Idul Fitri dan mudik. Hal ini turut mendukung ketahanan ekonomi Indonesia menghadapi gejolak yang terjadi di luar negeri.

“Terbentuknya produk domestik bruto pertumbuhan ekonomi itu kan hampir 60 persen itu kan dari konsumsi masyarakat sehingga pemerintah ini berfokus terhadap bansos, BLT dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk menggenjot konsumsi masyarakat dan konsumsi masyarakat ini memang terbukti cukup bagus,” ujarnya.

Baca juga:  Versi Edurank 2024, UI Posisi Teratas di Indonesia

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan IV-2023 tumbuh sebesar 5,04 persen secara year on year (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 4,94 persen (yoy).

Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tahun 2023 tercatat tumbuh kuat sebesar 5,05 persen (yoy).

Selain itu, dunia usaha di Indonesia sedang berada di fase ekspansi, yang ditunjukkan oleh PMI Manufaktur S&P Global Indonesia naik menjadi 54,2 pada Maret 2024 dari 52,7 pada Februari 2024. Pengembangan infrastruktur dalam negeri juga terus berlanjut.

Selanjutnya, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2024 tetap tinggi sebesar 140,4 miliar dolar AS. Cadangan devisa tersebut dinilai mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Jika konflik Iran-Israel berujung perang, maka pengaruhnya akan luar biasa, baik bagi global maupun domestik. Namun, Ibrahim melihat konflik tersebut kemungkinan besar tidak akan berkepanjangan. Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-bangsa melakukan sidang darurat membahas konflik tersebut. Amerika Serikat pun sudah mewanti-wanti terhadap Israel agar tidak melakukan penyerangan balik terhadap Iran.

Baca juga:  Kemenkop Dorong LSP Ada di Tiap Provinsi

Di samping itu, konflik Iran-Israel juga tidak berdampak signifikan pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini karena pasar Indonesia sedang libur nasional dalam perayaan Idul Fitri 2024. Kurs rupiah pada dua pekan terakhir bergejolak di perdagangan internasional utamanya dipengaruhi oleh sentimen waktu dan besaran penurunan suku bunga acuan global.

“Yang kita takutkan apabila terjadi konflik antara Tiongkok dengan Taiwan yang dimana Indonesia ini adalah salah satu negara yang memang ketergantungan dengan Tiongkok. Ekspor impornya ini yang paling ditakutkan tapi Timur Tengah kemudian Eropa ini hanya sebagian sepertiga lah, nah di sisi lain memang ada dampaknya terhadap harga minyak,” tuturnya.

Baca juga:  Dukung Stabilitas Kawasan, ASEAN Resmi Gandeng Serbia, Panama dan Kuwait

Justru yang dikhawatirkan adalah jika terjadi konflik antara Tiongkok dan Taiwan karena akan berpengaruh pada kinerja ekspor impor Indonesia. Hal itu dikarenakan Tiongkok merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia.

Total perdagangan Indonesia-Tiongkok pada Januari-Agustus 2023 tercatat sebesar 83,10 miliar dolar AS. Dari nilai tersebut, Indonesia mengekspor ke Tiongkok senilai 41,82 miliar dolar AS dan mengimpor dari Tiongkok senilai 41,28 miliar dolar AS.

Sementara konflik di Timur Tengah dan Eropa berpengaruh utamanya pada harga minyak bumi. Jika harga minyak mentah mengalami kenaikan yang cukup tinggi, maka akan berpengaruh terhadap impor minyak mentah yang dilakukan Indonesia.

Akan tetapi, Pemerintah Indonesia juga sudah mempersiapkan diri mengantisipasi jika hal itu terjadi, dengan cara mengembangkan inovasi bahan bakar nabati dan pencampuran bahan bakar nabati dengan minyak mentah bumi. Hal itu diharapkan dapat membantu mengurangi beban impor bahan bakar minyak terutama dari negara-negara anggota OPEC dan Rusia. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *